Mohon tunggu...
Sekar Aiu
Sekar Aiu Mohon Tunggu... -

Saya hanya orang biasa. :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Negatifnya "Dongeng Anak Indonesia"

17 Juni 2013   13:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:53 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semasa kita kecil, kita sudah teramat sering banget mendengarkan orang tua, saudara, guru atau orang lain mendongeng, (Berlaku untuk anak yang lahir jaman 90 - 80 dst.) Kalo jaman sekarang, yang sering dijumpai, si kecil mulai di dongengi televisi, gadget atau teknologi canggih lainnya. Jaman itu, (jaman saya lahir ) Saya suka sekali tidur di kamar simbah putri, dimana beliau dengan tutur kata lembutnya akan bercerita tentang kancil mencuri timun, atau timun mas, bawang merah bawang putih, dan lain sebagainya. Itu adalah masa dimana imaginasi begitu bermain di otak, karena dongeng tak bervisualisi.  Dongeng macam itu jaman dulu begitu jaya, kisahnya selalu ditunggu, dinanti, bikin penasaran bikin gregetan dan tak jarang bikin susah tidur, karen dimanjakan dengan imaginasi yang luar biasa. Yang lebih ngeselin lagi, orang yang biasa mendongeng (ortu, guru atau siapapun) akan di kutit kemanapun pergi demi menceritakan cerita cerita yang menarik.

Saya pribadi, punya banyak uneg uneg sebetulnya kepada dongeng dongeng yang jaya indonesia macem timun mas ataupun kancil mencuri timun. Ambil contoh, Timun Mas. Di ceritakan sepasang petani tua yang mendiami sebuah pondok dipinggir hutan, sangat merindukan kehadiran momongan. Mereka sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Tuhan belum memberikan kepercayaan pada pasangan tua itu. Pada saat pasangan petani tua itu tengah berdoa tengah malam buta, Tanpa sengaja, raksasa yang luar biasa menakutkan mendengar doa si petani tua. Singkatnya, si raksasa bersedia membantu si petani, dengan syarat , ketika bayi yang lahir laki laki, maka petani boleh merawatnya hingga dewasa dan menjalani hidupnya kelak, tapi jika perempuan, maka si petani harus membesarkannya, dan ketika dewasa, harus diserahkan pada raksasa untuk santapannya. Tanpa pikir panjang karena saking ngebetnya pengen punya momongan, petani langsung deal, dan tandatangan bermaterai Rp.6000, hitam diatas putih (hehhee   improve yak..) . Alangkah girangnya si petani, mengetahui bahwa ia mempunyai bayi, namun kesedihan begitu melanda hatinya, ketika jenis kelamin bayinya adalah perempuan. Segenap rasa pedihnya, petani tetap merawat hingga bayi yang diberi nama Timun Mas itu beranjak dewasa.  Menginjak usia yang telah ditentukan, petani didatangi oleh raksasa, yang ternyata menagih janji ( kalo BOLEH improve, bawa pengacara dan surat perjanjian juga hehehee   ) . Si petani hanya menangis ketika raksasa itu berlalu, dan mengatakan besok akan kembali untuk menjemput Timun Mas. Timun Mas ternyata nguping dan penasaran tentang perjanjian apa antara petani dan raksasa tersebut. Dengan perasaan tersayat sayat, petani menceritakan semuanya. Timun mas mengerti dan bersedia dibawa oleh raksasa. Tak tega, petani membekali Timun mas dengan biji timun, jarum, garam dan terasi, dan berpesan untuk melawan si raksasa. Petani pun membantu pelarian Timun Mas dan berbohong demi menyelamatkan putrinya. Singkat cerita siraksasa akhirnya mati dengan senjata perbekalan Timun Mas. Dan akhirnya timun mas hidup bahagia dengan petani selamanya.

Terus..  uneg uneg pada happy ending ini..?? Jelas, bahwa didalam cerita, ada unsur pemahaman bahwa kita boleh mengingkari janji pada si jahat. Walaupun  tidak berperi kemanusiaan memang, tapi janji tetaplah janji. Apalagi petani juga ikut berbohong membantu pelarian Timun mas. Jika cerita ini di telan mentah mentah oleh anak kecil, yang nota bene nalarnya belum matang, sangat berbahaya. "Oh.. berarti kita gak harus menepati janji kalo sama si jahat" Gitu komentar teman teman saya dulu. Berbohong, mengingkari janji, dengan alasan kemanusiaan sih.. tetap saja.. bohong dan ingkar. memang, Jika cerita ini dikemas tanpa adanya si tokoh raksasa mungkin takan menarik. Tapi nilai bohong dan ingkar ini yang seharusnya dihilangkan. BUKAN berarti ceritanya jadi si raksasa menyantap Timun Mas dengan rakusnya, tapi bagaimana jika   Timun mas (sesuai pejanjian yang sedikit di ubah) akhirnya hidup bersama raksasa, dan tetap mengunjungi petani, dan raksasa berubah jadi baik, hidup berdampingan dengan manusia. Tapi kayanya kurang menarik ya..??   dalam cerita memang point menarik terdapat pada tokoh protagonis dan antagonis. Menurut saya, jika ini ditunjukan untuk konsumsi anak anak sih seharusnya lebih gimanaaa  gitu. Betul, antagonis dan protagonis memang dihadirkan untuk di adili bahwa, si jahat harus menerima hukuman karena "jahat" dan si baik akan dapa reward (keuntungan seperti disayang, dicintai, dll) karena berbuat "baik" . Tapi jika melawan jahat dengan berbuat yang jahat ? seperti mengingkari janji dan berbohong..?. Tengok juga dongeng tentang kancil mencuri timun,  Atau keterlibatan makhluk halus dalam bandungbondowoso dan roro jonggrang yang menipu (bohong lagi) dengan menumbuk padi agar seolah olah fajar sudah menyingsing. Tapi jaman sekarang dongeng seperti sudah tak laku lagi. Karena si kecil dengan mudahnya terdongengi tayangan televisi dan perangkat elektronik lainnya, yang nyatanya tokoh antagonisnya lebih sadis. Hasilnya..??

Kalo ngomong soal nilai nilai dalam dongeng, saya memang tidak setuju. Tapi pada dasarnya dongeng anak indonesia sangat kaya dan perlu dilestarika sih..   cuma, pastika ketika mendongeng, beri penjelasan pada si kecil, agar ia tidak menelan mentah mentah karakter si A atau si B. Karena, tiap karakter punya daya tarik tersendiri bagi si kecil.  :)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun