Sering saya jumpai, kasus kasus di negeri ini terutama kasus korupsi yang merugikan negara mulai milyar hingga trilyun rupiah,di televisi, koran, radio dan internet. Sebagai rakyat biasa kadang saya merasa, mungkin karena adanya lahan empuk, kesempatan dan situasi yang mendukung, hingga kasus kasus serupa kian marak. Dalam hati saya juga merasa gak ikhlas.. Â yah.. walaupun duit saya gak banyak yang masuk ke negera, tapi kok rasanya kaya eneg, gak terima , tapi gak tau juga harus berbuat apa. "Emang mau ngapain ?" kata teman saya yang sering saya ajak ngbrol tentang bobroknya moral pejabat dan politisi korup.
Ada hal yang lebih membuat banyak pihak geregetan ternyata. Dari gembar gembornya media, nama nama yang menunjuk "perempuan" kian membuat hati banyak orang jadi tambah gak karuan. Kasusnya Fathanah, menyeret banyak nama perempuan, kasusnya mindo R, bahkan angelina sondakh serta Nunun Nur B.
Banyaknya kasus korupsi oleh politisi perempuan menumbangkan premis bahwa peningkatan keterwakilan perempuan dalam legislatif akan menurunkan tingkat korupsi. Premis ini didasarkan pada asumsi bahwa secara natural, perempuan memiliki sifat lebih hati-hati, moralis, takut risiko, tidak ambisius, dan kurang agresif. Semua sifat itu kurang kondusif bagi dilakukannya korupsi. Tetapi kelemahan utama kajian perempuan dan korupsi adalah cara pandang yang melihat perempuan sebagai identitas gender yang homogen, padahal identitas gender perempuan sesungguhnya sangat majemuk: kelas sosial, ideologi, afiliasi politik, pendidikan, akses pada sumber daya, kepentingan, dan lain-lain.(Suara Merdeka.com)
Ngeri dan kecewa saya rasakan, walaupun saya hanya rakyat biasa. Walaupun banyak yang terkejut dengan perempuan korup, tapi memang bukan bermaksud mengatakan bahwa yang lebih pantas korupsi adalah pria. Justru ini, menunjukan bahwa keserakahan yang perbuatan "mencuri" uang negara bisa di lakukan baik laki laki maupun perempuan. Kalo boleh dibilang, ini masalah moral dan kebiasaan mengakui "punya" orang. Kayanya hina banget yah... orang yang punya "kebersamaan" dalam uang negara, untuk kepentingan yang bukan negara.
Banyak di kabarkan bahwa, perempuan, sebagai gratifikasi, media pencucian uang, kawin siri demi kepentingan ini itu. Kasihan banget yah..  serasa menjadi objek "sesuatu". Berarti benar, harta, tahta, wanita memang sangat erta kaitannya dengan pria. Tapi bagi perempuan, sebaiknya memang hati hati kalo sudah berhubungan dengan pria yang kayaknya punya "kepentingan " terselubung. Walaupun perempuan tidak selalu jadi "tumbal" , perempuan juga bisa jadi subjek korupsi dalam berpolitik. Mungkin mereka merasa, kalo jadi politisi atau pejabat, masa bajunya cuma yang buatan dalam negeri..? atau mungkin mereka merasa kurang dengan gaji yang diterima , atau merasa bahwa belum mapan hingga berani melakukan "pencukupan " versi mereka soal kebutuhan hidup, atau "ah.. pake duit APBN dulu lah.. atau pake duit ini itu dulu lah.. " nyampe kebablasan. dari sini, saya menyimpulkan, bahwa perempuan memang pada pola pikirnya. Mereka ini mungkin punya pola pikir yang luar biasa hingga bisa menghalalkan segala cara. Kalo saya melihat.. " cantik, kaya, berkelas dari hasil korupsi...  hina...!"
Berharap sih.. Â semoga hal hal semacam ini, tidak "sukses" menggeser budaya perempuan ketimuran yang khas indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H