Mohon tunggu...
Must Wildan
Must Wildan Mohon Tunggu... Guru - masih belajar menulis

sang pencari yang terkadang berhenti dan melanjutkan kembali

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

[FFA] Ketika Cecak Ingin Jadi Buaya

20 Oktober 2013   21:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:15 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Cecak Ingin Jadi Buaya

oleh Must Wildan

No 215

...........................................................

Di sebuah semak belukar hutan belantara terjadi percakapan kecil antara tiga hewan merayap yang mempunyai bentuk dan ciri hampir sama. Perbedaan yang mencolok antara ketiganya hanya besar kecil ukuran badan ketiga hewan tersebut. Binatang tersebut adalah Cecak, Kadal, dan Buaya. Cecak iri pada buaya karena bertubuh kecil, dari sifat iri tersebut membuat cecak terus berpikir buruk terhadap buaya.

[caption id="" align="alignright" width="275" caption="gambar diambil dari http://anaknusantara.com/"][/caption] “Enak jadi kamu ya, memiliki badan yang besar dan banyak hewan lain takut padamu” kata cecak pada buaya. “ah gak juga, punya badan besar menjadikanku tidak banyak teman, mereka pada lari ketika melihat kedatanganku”, kata buaya penuh penjelasan.

Selain tidak banyak teman, aku juga harus bekerja keras mencari makan, kamu tahu sendiri kan porsi makanku tidak cukup hanya lalat satu, untuk makan aku harus makan daging yang kira-kira beratnya sama sepertiku” kata buaya lagi. Cecak menyeletuk “iya sih”, kemudian buaya melanjutkan perkataannya “kamu enak cak (ceca k) makan tiga nyamuk saja kamu sudah kenyang” .

Sudah-sudah jangan rebut, semuanya ada enak dan susahnya” sela kadal menengahi perdebatan antara cecak dan buaya. “Kamu cecak, meskipun bertubuh kecil, toh masih ada makhluk lain yang takut padamu, buktinya nyamuk atau serangga yang lain takut padamu” tambah kadal menjelaskan kelebihan cecak. “Meskipun begitu aku kan tidak bisa merayap dengan cepat layaknya si buaya” protes cecak tak mau kalah. “iya memang benar, tapi saya tidak bisa merayap masuk pada semak yang kecil atau naik pohon sepertimu cak” balas buaya tak mau mengalah.

Sudah-sudah” kata kadal dengan nada yang cukup tinggi. “Semuanya termasuk kita, cecak buaya, dan diri saya mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri” tambah kadal. “Dengar tu cak apa kata kadal, yang dikatakan kadal itu benar” ucap buaya pada cecak penuh penjelasan. “Kamu cak, memang benar bertubuh kecil dan tidak bisa merayap dengan cepat tapi kamu bisa merayap ke semak belukar yang kecil ditambah lagi kamu bisa naik pohon, walaupun pohon itu begitu tinggi. Selain itu, dalam hal makan kamu tidak memerlukan daging yang begitu banyak kaya si buaya” penejelasan kadal pada cecak dengan bijak.

Kalau dipikir memang begitu ya, dari kemarin saya memang iri pada si buaya bisa berayap dengan cepat serta banyak hewan yang menakutinya, membuatnya bebas berbuat apa saja” kata cecak penuh pengertian. “Benar apa yang pernah kamu bay katakan dulu (sapaan untuk buaya), bahwa kita itu satu jenis dan satu turunan, tidak pantas kita iri dan menjauhi teman kita yang mempunyai kelebihan tersebut.” Tambah cecak. “nah itu ingat, kita itu satu kakek satu leluhur, kita harusnya berteman tanpa ada rasa iri dan dengki” kata buaya.

Sambil menggerakkan ekor, kadal kembali menambahi penjelasan “kebehagian dan kesenangan itu sudah tersedia bagi semua makhluk tuhan, bagaimana kita menyikapi keadaan, bersyukur dan menerima adalah kunci utama menggapai kebahagiaan tersebut. Jika otak kita terus memikirkan orang lain dan tidak mensyukuri apa yang kita punya tentu kebahagiaan tersebut tidak akan kita gapai, syukuri apa adanya dan jalani kehidupan dengan penuh penerimaan, iri dan dengki hanya menjadikan kita berpikir buruk dan selalu susah”.

Sambil mendekatkan diri pada buaya, cecak memeluk tubuh buaya dan berucap “maafkan aku bay, saya sudah iri dan buruk sangka padamu, padahal tidak sepantasnya saya begitu, karena kita adalah saudara”. “Sudah tidak perlu begitu, yang telah terjadi biarlah berlalu, jangan dipikirkan mari kita jalani kehidupan ini dengan terus bersyukur agar bahagia selalu melekat pada diri kita” kata buaya. Dengan penuh rasa haru kadal pun merayap mendekati kedua saudaranya dan memeluk mereka.

Inilah Hasil Karya Festival Fiksi Anak

Silakan bergabung di group FB Fiksiana Community

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun