"Kekaguman Cinta"
Awal kehadiranmu belum ada menunjukkan kekagumanku kepadamu.
Senja itu dihiasi keindahan warna jingga di langit biru namun, hanya sesaat jinggaku telah lenyap dengan hadirnya jarum hujan yang tiba-tiba berhamburan.
Kesendirianku mematung di halte untuk meneduh, tetiba  kau hadir dengan dua roda yang engkau kendarai membuyarkan lamunanku.
"Dik, ayo ikut, hujan semakin deras," ucapmu sembari menghentikan roda duamu.
 Beberapa detik aku termangu, "benarkah dia mengajakku," gumamku di hati.
"Kok, diam saja, ayo keburu banyak hujannya," sanggahnya sembarih mersih tanganku.
"Eh, ya, ya, " ucapku mengikutinya.
Akupun naik di boncengannya namun, yidak ada duara yang terdengar. Kami berselancar di pikiran masing-masing.
Keesokan harinya, aku menemui temanku yang bernama Risna. Kuketuk pintu rumahnya yang tertutup.
"Risna, Risna," panggilku sambil melirik ke dalam dari celah lubang pintu.
Tetiba terdengar langkah kaki yang semakin dekat menghampiri pintu.
"Eh, kamu Nit, "ucapnya  sembari menyilakanku masuk.
"Ris, ke mana saja beberapa hari ini, aku mencarimu, tahu," balasku memberengut.
"Sudah jangan manyun gitu, ntar cantiknya hilang,"ungkapnya sambil membariskan giginya.
Tidak sabar menunggu, aku menceritakan tentang Gion yang mghantarku pulang saat gerimis di senja itu.
Risna mendukung pertemuanku dengan Gion.
"Aku kenal sama Gion, orangnya baik dan tidak pernah kudengar kabar buruk darinya.
Saat pertemuanku dengan Gion, dia semakin sering datang ke rumah namun, aku menghiraukannya, aku belum yakin akan ucapan temanku Risna.
Walau Gion tahu aku tidak menyambutnya, dia tidak berputus asa. Kedua orang tuaku yang ramah saat bertamu selalu menyambut kehadirannya. Gion sudah mengambil kesempatan akan  perhatian orang tuaku.
Gion hanya wiraswasta kecil-kecilan. Dia tinggal bersama kakak dan adik lelakinya.
"Aku takut, jangan-jangan dia mempermainkanku," gumamku di hati.
Kehadirannya yang tak pernah menyerah, aku mulai luluh, rasa kagumku mulai tumbuh. Pernah Gion tidak datang ke rumah, aku mulai resah dan menunggu kehadirannya yang tak kunjung datang.
"Apakah aku mulai menyukainya mengapa aku merindukannya?" aku bermonolog.