Tersipu Malu
Menggapai Harapan-147
@Cerber
Fajar di Timur sudah memacarkan sinarnya. Titik air terlihat menetes dari dedaunan, pertanda hujan sangat deras semalam.
Ayah dan ibu Siti baru beranjak dari kamar. Mereka baru saja terbangun, mungkin karena kelelahan seharian. Di usia yang sudah tidak muda lagi tenaga sudah berkurang dan cepat lelah. Ayah Siti melangkah ke teras lalu merebahkan bobotnya di kursi yang tersedia di sana.
Ibu Siti melangkah ke dapur ingin membuatkan minum.
"Eh, ibu sudah bangun silakan duduk bu, biar saya yang membuatkan minum dan sarapan pagi," ucap Bi Siti saat melihat ibu Sita meraih gelas dari rak piring.
"Tidak apa-apa bi, saya sudah terbiasa," balasnya dengan ramah.
Namun, bi Siti tidak mengizinkan tamunya untuk membantunya memhuatkan minuman.
Ibu Siti tidak bisa berbuat banyak, akhirnya melangkah ke teras menghampiri suaminya.
"Pak, kita jangan terlalu siang pulangnya ya, agar tidak kemalaman sampai di rumah," pinta ibu Sita.
Mentari sudah mulai meninggi jarum jam menunjukkan pukul 09. 00 WIB.
Abang dan kakak ipar Sita juga sudah bangun. Sudah tampak rapi dan wangi. Mereka sudah membersihkan raganya.
Penghuni rumah sudah pada  bangun termasuk orang tua Amir.
 Ibu Amir menghampiri Bi Siti.