Menggapai Harapan-63
@Cerpen
Mengingat jarak rumah ke kantor memakan waktu lebih kurang 2 jam.
Beberapa saat ruangan hening. Bapak dan Ibunya belum bisa memberi jawab. Mereka masih bingung.
"Sita paham Bapak sama Ibu pasti sangat berat memberi izin. Sita tidak akan meninggalkan Bapak dan Ibu," tutur Sita lirih
Mendengar penuturan Sita, tetiba wajah Ibu berubah, ada senyum di bibirnya. Perasaan lega terpancar di wajahnya.
Ibu Sita tidak mau terulang lagi seperti anak sulungnya yang tidak pernah kembali.
"Nak, maafkan kami orang tuamu yang berat hati memberi izin," ungkap Ibu Sita sedih.
"Sita ngerti kok Bu, Pak, Sita juga masih ragu," balasnya.
Jarum jam sudah menunjuk ke angka delapan, Sita berpamitan ingin istirahat lebih awal esok pagi dia ingin bangun pagi. Dia berusaha tidak terlambat ke kantor.
"Selamat malam Pak, Bu, Sita istirahat," ucapnya semabari bangkit dari kursinya. Dilangkahkannya kakinya menuju kamar.
Usai melantunkan doa, Sita merebahkan tuhuhnya di pembaringan. Dia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya.
Angin malam yang masuk ke kamarnya melalui celah-celah dinding membuat Sita gigil. Diraihnya selimut menutupi seluruh raganya. Bunyi jangkrik yang bersahut-sahutan mengiringi Sita dalam tidurnya.
"Pak, bagaimana pendapatmu tetang anak kita?" tanya Ibu Sita.
Kita lihat saja Bu, kalau Sita baik-baik saja.
"Baiklah Pak."
Malam semakin bergulir orang tua Sita beranjak dari ruang tamu menuju kamar mereka. Bapak mematikan TV dan lampu.
Lantun doa terucap dari bapak dan ibu Sita. Mereka merebahkan raganya di pembaringan. Rasa lelah bekerja seharian membuat netra cepat terpejam. Suara hewan malam mengiringi tidur mereka.
Bunyi jam beker yang ada di meja kamar Sita membangunnya dari lelapnya. Sebelum beranjak dari kamarnya Sita tidak lupa mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa.
Dia pun melangkah ke dapur menyiapkan makanan untuk bekalnya dan kedua orang tuanya.
Sita sudah terbiasa membawa bekal dari rumah, walau pun hanya sederhana.
Usai masak Sita gegas membersihkan tubuhnya.
Pukul 05. 15 menit Sita sudah harus berangkat. Perjalan jauh ke tempat dia bekerja mengharuskan Sita berangkat lebih awal.
Ibu Sita yang sudah bangun melihat anaknya sudah rapi.
"Nak, ternyata kamu sudah bersiap-siap berangkat kerja, jangan lupa sarapan," titah ibu Sita.
"Baik Bu, Sita mau berangkat," balasnya.
Usai bersalaman kepada orang tuanya Sita melangkah meninggalkan orang tuanya. Lambaian tangan kedua orang tuanya mengiringi langkah Sita.
Halte Bis tidak jauh dari rumah Sita. Sesampai di halte sudah ada angkot yang ngetem. Tidak menuggu lama Sita masuk ke dalam angkot. Ternyata penumpang sudah banyak. Sita duduk di pojok belakang. Angkut pun melaju perlahan dan semakin kencang.
Udara pagi yang segar masuk melalui jendela kaca membuat rambut Sita yang terurai beterbangan.
Tetiba seseorang menutup kaca jendela hingga angin tidak lagi mengganggu rambut Sita.
"Siapa Menutup kaca jendela? Gumamnya di hati.
Bersambung....
Jakarta, 27 Oktober 2023
Salam literasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H