Tidak berapa lama, Bapak Sita sudah selesai membersihkan tubuhnya. Dia pun kembali bergabung di ruang tamu.
"Maaf Mbak, Mas, aku tinggal dulu, lanjutkan pembicaraannya," ungkap Maya.
Dia pun beranjak dari kursinya lalu melangkah menuju dapur. Ibu Sinta menyiapkan makanan ala kadarnya, dia tahu Mas, Mbak dan Jingga keponakannya sudah lapar.
Ibu Sita memetik bayam yang ditanam di samping rumahnya. Gegas dia memetik dan memasaknya. Ikan asin dan sambal terasi sebagai lauk disiapkannya. Usai masak ibu Sita menyajikan di meja makan.
Dihampirinya Sita.
"Nak Sita, panggil paman, bibi dan Mbak Jingga agar kita makan bersama-sama," titahnya sembari menyiapkan piring dan lainnya. Sita pun melakukan perintah ibunya.
"Wah, kok repot-repot Dik," ucapnya sembari bangkut dari tempat duduknya.
Mereka pun melangkah ke meja makan. Bau samvel terasi dan ikan asin mengugah selera makan mereka.
Usai melantunkan doa, mereka menikmati hudangan yang ada. Bu Mirna memerhatikan sikap anaknya Jingga yang belum menyentuh makanannya. Dia tidak terbiasa dengan lauk ikan asin.
"Ayo, Nak, dimakan nasinya jangan dilihati saja," perintah Bu Mirna.
Maya yang merasa tidak enak hatinya beranjak dari kursinya. Dia pergi ke kandang ayam meraih telur ayam yang belum diambil saat ayamnya bertelur siang tadi. Lalu menggoreng telur dengan minyak goreng yang tinggal sedikit di dalam botol.
Maya memberikan dadar telur yang baru digoreng.