Mohon tunggu...
Sehat Ihsan Shadiqin
Sehat Ihsan Shadiqin Mohon Tunggu... profesional -

Menulis Itu Sehat, Sehat Itu Menulis\r\n

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Melihat San Siro dari Dekat

15 November 2011   09:01 Diperbarui: 16 Maret 2021   09:31 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
arsis di depan display baju Ibra di Museum A.C. Milan (dokpri)

Akhir minggu lalu saya tidak ada kegiatan. Saya berfikir untuk mencoba jalan-jalan ke San Siro, stadion bola kaki terbesar di Milan, Italia. Apalagi berkunjung ke San Siro sudah lama saya inginkan, bahkan sejak sebelum saya tiba di Milan.\

Saya mulai mengambil peta, melihat jalan mana yang paling dekat ke San Siro. Ternyata stasion Metro (subway) terdekat dengan San Siro adalah Lotto.

Tidak terlalu jauh dari rumah, hanya setengah jam perjalanan. Hanya saja, dari stasion itu saya harus berjalan kaki sejauh dua kilo meter baru sampai di stadion kebanggan orang Milan ini.

Dari jauh bangunan itu sudah nampak, bangunan bundar yang tinggi menjulang. Ketika semakin dekat, “perang supporter” melalui grafiti mulai terlihat.

Di dinding-dinding banyak tulisan yang memuji Inter Milan, lalu di bawahnya ada tulisan yang menjelekkannya dengan warna cat yang berbeda.

Atau sebaliknya, ada tulisan yang memuji A.C Milan, lalu di atasnya nampak ada coretan bekali-kali, kemudian di bawahnya ada tulisan lain yang bernada ejekan.

Hari itu San Siro sedang tidak menyelenggarakan pertandingan, sehingga jalan ke sana agak lempang dan tidak banyak orang. Saya sampai di bagian belakang Stadion.

Di bagian belakang ini tersedia loket penjualan tiket pada hari pertandingan dan toko bungong jaroe (merchandise) Inter dan Milan yang hanya buka pada hari pertandingan.

Pada hari biasa, masuk ke dalam stadion harus lewat pintu depan dan membeli tiket. Kalau hanya mau melihat museum, tiketnya tujuh euro (sekitar Rp. 85 ribu).

Sementara kalau mau melihat museum dan masuk ke tribun penonton, mau lihat tempat ganti baju, dan bagian lain di dalam ruangan, maka harus bayar 12,50 euro (sekitar Rp. 150 ribu).

Museum San Siro terletak di bagian dalam Sadion, di bawah tribun penonton. Di sana ada sebuah ruangan yang mungkin hanya 15 x 20 meter. Dalam ruangan itu dipajang beberapa piala Inter Milan dan A.C. Milan. Di sana juga dipajang sejarah perjalan kedua kulub. Di sisi kanan pintu masuk ruangan Inter Milan, di kiri ruangan A.C. Milan.

Namun di bagian belakang kedua ruangan itu tetap berhubungan. Jadi bisa masuk dari salah satunya dan keluar dari bagian yang lain. Ruangan ini disekat dalam petak-petak yang lebih kecil. Tersedia juga ruang pemutaran film dan ruang pajang baju yang pernah dipakai oleh tim tamu yang pernah bermain di San Siro.

Di ruangan pajang, saya lihat display baju yang pernah dikenakan oleh pemain kebanggan kedua klub. Di bagian Inter Milan antara lain ada baju Ronaldo, Zamorano dan beberapa pemain lain. Sementara di bagian A.C Milan ada nama Beckham, Paulo Maldini, Kaka, dan Ibrahimovic yang saat ini masih bermain di A.C. Milan.

Di sana juga ada beberapa miniatur stadion San Siro, ada yang terbuat dari kayu dan ada yang terbuat dari tembaga. Ada juga beberapa buku tentang kedua tim ini.

Tepat jam 16.00 seorang perempuan muda memanggil orang-orang yang ada dalam ruangan itu untuk memulai tour masuk ke dalam stadion. Kebanyakan pengunjung adalah orang asing, hanya beberapa saja orang Italia. Jadi si guide ini menyampaikan penjelasannya dalam bahasa Inggris dan bahasa Italia.

Saat masuk ke dalam Stadion, ternyata kami masih berada di bawah. Kami diminta naik ke tribun penonoton dan si guide mulai menjelaskan sejarah Stadion. Antara lain ia mengatakan kalau stadion itu adalah milik bersama antara Inter Milan sama A.C Milan. Semula hanya A.C Milan yang bermarkas di San Siro.

Namun pada tahun 40-an, Inter Milan juga masuk ke sana. Jadi sekarang, kedua tim kebanggaan masyarakat Milan itu menjadikan San Siro sebagai home base mereka. Namun, mereka tidak bermarkas di sana, masing-masing klub ada markasnya sendiri di tempat lain.

Dari tribun penonton kami dibawa ke bawah. Kami ditunjukkan pintu di mana pemain masuk ke dalam lapangan. Saat menonton perandingan di televisi saya sering melihat pintu itu.

Pemain dari kedua kesebelasan yang akan bertanding keluar ke lapangan dengan menggendeng tangan anak-anak. Dari sana juga masuk wasit dan pelatih.

Ketika jam istirahat pintu itu pula yang mereka gunakan untuk masuk kembali ke dalam ruangan. Dan kini saya ada di bagian dalamnya. Memang, tidak ada yang terlalu istimewa di dalamnya kecuali nampak bersih dan rapi, seperti perkantoran pada umumnya. Di sana juga ada tempat pajangan sponsor klub yang bertanding.

Dari ruangan ini kami di bawa ke ruangan istirahat pemain kedua kesebelasan. Ada lorong kecil yang di sisi kanan dan kirinya ada pintu sebelum sampai ke ruang ganti. Pertama kami masuk ke ruang istirahat Inter Milan. Ruang itu tidak terlalu besar, berbentuk bulat oval yang di seluruh sisinya ada bangku tempat duduk yang juga berbentuk mengelilingi rungan.

Di bagian diding berhadapan dengan pintu masuk ada sebuah logo Inter Milan dan dan sebuah televisi. Di bagian atas tempat duduk ada gantungan baju yang berjejer, lumayan banyak.

Di beberapa bagian dindingnya ada gambar pemain bola Inter Milan yang menggendong piala. Di ruang inilah para pemain ganti baju dan beristirahat setelah 45 menit pertama permainan.

Sementara di ruang A.C Milan nampak sedikit berbeda. Perempuan guide itu mengatakan, sebenarnya ruang ganti itu tanggaung jawab pengelola Stadion.

Namun karena A.C Milan milik Berlusconi, ia juga –saat itu- Presiden Italia, ia mau desain khusus untuk pemainnya, makanya berbeda.

Besar ruangannya memang sama dengan Inter Milan, namun tempat duduk di ruangan A.C. Milan lebih eklusif. Ada kursi yang empuk dengan sandaran tinggi. Dengan kursi seperti ini, pemain bisa duduk lebih nyaman dibandingkan di ruangan Inter yang hanya bangku keras memanjang berbentuk oval yang bersambungan.

Dari ruangan ini kami dibawa ke ruangan konferensi pers. Ternyata ruangannya tudak terlalu besar. Di bagian dindingnya ada papan yang dilengketkan nama-nama sponsor. Jadi baik pemain atau pelatih yang akan memeberikan konferensi pers, mereka duduk dengan dilatari oleh papan sponsor itu.

Saya kira, ini sering nampak di dalam layar televisi. Setiap selesai pertandingan, wajib hukumnya bagi pelatih kedua kesebelasan memebrikan keterangan pers kepada wartawan yang biasanya menunggu mereka di sana.

Dan ruangan ini adalah ruang terakhir yang diperkenalkan kepada kami. Setelah itu tour selesai, dan kami keluar dari pintu masuk tadi.

Saat tiba di luar, hari sudah mulai remang. Matahari nampaknya mau tenggelam, padahal saat itu belum jam lima sore. Udara dingin juga mulai menusuk kulit.

Saya memutuskan untuk segera kembali ke rumah. Dalam hati saya berdoa, agar suatu saat bisa menonton bola di San Siro. Mudah-mudahan ada yang traktir, Amin.

***

Sebagian dari tulisan ini pernah dimuat di Harian Serambi Indonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun