Sungguh menarik pernyataan Paus Fransiskus dalam suatu wawancara pada tanggal 24 Januari 2023 yang menyatakan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) bukan kejahatan, sehingga menurut beliau mengkriminalisasi LGBT tidak adil. Namun dalam wawancara yang sama beliau juga menyatakan bahwa LGBT adalah dosa atau yang tidak teratur secara intrinsik.
Pernyataan Paus Fransiskus tersebut harusnya bukan sesuatu yang sulit untuk dimengerti. Kejahatan dengan dosa adalah dua hal yang berbeda, sungguhpun punya kemiripan. Menurut R. Soesilo dalam bukunya : Kitab Undang-undang Hukum Pidana (1985), secara Yuridis kejahatan adalah suatu tingkah laku yang betentangan dengan undang-undang, dan secara Sosiologis adalah tingkah laku yang selain merugikan sipenderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketenteraman dan ketertiban. Sedangkan dosa adalah Tindakan yang melanggar norma atau aturan yang ditetapkan Tuhan atau wahyu Illahi (Wikipedia).
Dari pengertian di atas maka jelas perbedaan antara Kejahatan dengan Dosa. Kejahatan wajib dihukum oleh pejabat yang berwenang guna menegakkan peraturan, serta menjaga keteriban masyarakat. Sedangkan dosa adalah kaitannya dengan Agama (Tuhan), yang pendosanya wajib dikenakan hukuman di akhirat (Neraka), setelah kehidupan di dunia berakhir.
LBTG Bukan Kejahatan Tetapi Harus Diatur
Jika terlahir memiliki kelainan sebagai LBGT, tentulah itu merupakan takdir dari Tuhan Allah sebagai Pencipta. Orang tidak bisa memilih untuk terlahir sebagai apa atau memilih untuk tidak dilahirkan, melainkan wajib menerima apa adanya. Karena dilahirkan itu bukan suatu kejahatan, maka jelas tidak adil menghukum (menganggap sebagai criminal) orang yang terlahir sebagai LGBT.
Sungguhun LGBT itu bukan kejahatan, namun secara cultural Nusantara (setidaknya sepengetahuan penulis), tidak ada satupun yang mengakomodir atau menghalkannya praktek LGBT. Dalam budaya Penulis (Batak Simalungun) LGBT bahkan dianggap sebagai aib, yang tidak ada tempatnya dalam komunitas adat.
Menurut Fidiansyah, seorang pakar kejiwaan menyatakan LGBT tersebut sebagai suatu penyakit gangguan Jiwa, persisnya gangguan psikologis dan perilaku yang berhubungan dengan perkembangan dan orientasi seksual (Fidiansyah, dalam buku Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa, dikutip dari Fimela : http://www.fimela.com/lifestily/ready/2438217/psikiater-sebut-lgbt-adalah-penyakit -dan-bisa-menular, diakses pada tanggal 27 Januari 2023).Â
Menurut Pakar tersebut karena LGBT adalah penyakit maka bisa menular kepada yang lain. Hal ini sesuai dengan Teori Perilaku, yaitu teori penularan dari konsep pembiasaan. Dia mengikuti satu pola, lalu akan menjadi satu karakter, jadi kepribadian dan menjadi kebiasaan.
Karena tergolong sebagai kelainan maka perilaku LGBT ini haruslah diatur (dibatasi), sehingga mereka tidak menularkan kelainannya kepada anak-anak cucu kita. Penularan ini tentu sangat masuk akal bisa terjadi, terutama kepada Golongan Rentan (anak-anak yang belum mengerti apa-apa dan mereka yang berada pada posisi lemah). Jika tidak ada aturan yang melarang dan mengatur perilaku LGBT ini dengan tegas, maka sangat dimungkinkan Golongan Rentan bisa terjangkit kelainan LGBT tersebut melalui konsep perubahan perilaku dan pembiasaan. Atas dasar itu maka sangat mendesak bagi pemerintah untuk membuat peraturan tentang ini.
LGBT adalah Dosa dan Cara Kita Menyikapi
Pernyataan Paus Fransiskus bahwa LGBT adalah dosa tentulah menegacu kepada Ajaran Tuhan dalam Alkitab. Ada banyak ayat dalam Alkitab yang jika ditafsirkan isinya melarang LGBT, misalnya : Korintus 6 ayat 9 -- 10 : ... Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, berzinah, banci, orang pemburit.. tidak akan mendapat bagian dalam kerajaan sorga.Â