Mohon tunggu...
Sehat Damanik
Sehat Damanik Mohon Tunggu... Dosen - Pendidikan terakhir magister hukum dari Universitas indonesia dan berprofesi sebagai dosen di Universitas Tarumanegara, STIH Gunung Jati Tangerang dan praktisi hukum.

Beralamat di Jl Madrid UTARA 1 Nomor 1 Perumahan Palem Semi Tangerang.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Dampak Hukum Kebangkrutan Pizza Hut di AS terhadap Pizza Hut Indonesia

23 Juli 2020   17:51 Diperbarui: 23 Juli 2020   17:48 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Sehat Damanik, S.H., M.H. 

Pada awal Juli 2020 beredar berita tentang pengajuan kebangkrutan Pemegang Lisensi Waralaba terbesar di AS, yaitu NPC Internasional Inc, akibat sengitnya persaingan bisnis makanan di masa pendemi Virus Corona. Sebagai upaya untuk menyelesaikan hutang-hutangnya yang cukup besar, maka NPC telah melakukan pre-negosiasi perjanjian restrukturisai atas hutang-hutangnya, tanpa mempengaruhii operasional restoran tersebut. 

Berita tentang pengajuan kebangkrutan tersebut menjadi viral di Indonesia sendiri. Bisnis makanan dengan merek dagang tersebut sangat laris disini. Namun berbagai pertanyaan muncul, khususnya bagi kelansungan bisnis restoran tersebut, demikian juga dalam hubungan dengan permasalahan hukum maupun ketenagakerjaan. 

Jika dilakukan analisa secara hukum, maka sebenarnya yang mengajukan kebangkrutan di AS itu adalah pemegang lisensi merek dagang (franchasee) terbesar disana, yaitu NPC, bukan pemilik merek dagang atau Pemilik Hak Waralaba (frencisor) Pizza Hut, yang dimiliki oleh Yum Brands Inc. Dengan kata lain yang mengajukan kebangkrutan tersebut adalah penerima (penyewa) waralaba, bukan pemilik waralaba. Jadi statusnya kurang lebih sama dengan penerima waralaba yang ada di Indonesia, yang diberikan hakmenggunakan merek dagang tersebut. 

Mengingat yang mengajukan kebangkrutan adalah pemegang lisensi, maka sebenarnya tidak ada dampak hukum Kebangkrutan Pemegang Lisensi Pizza Hut di AS tersebut dengan Pemegang Lisensi Pizza Hut di Indonesia. Bukan saja karena badan hukumnya memang tidak ada keterkaitan, melainkan juga tidak ada hubungan bisnis antara pemegang lisensi waralaba yang beroperasi di Indonesia dengan yang di AS tersebut. 

Hukum Kebangkrutan atau Kepailitan di Indonesia memiliki perbedaan yang signifikan dengan hukum kebangkrutan di AS. Indonesia tidak mengenai Insolvensi Test (Uji ketidak mampuan bayar), sebagaimana yang berlaku di AS. Berdasarkan UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, syarat kepailitan dan PKPU ada dua, yaitu : debitur punya setidaknya 2 hutang; dan tidak mampu membayar salah satu hutangnya yang sudah jatuh tempo dan bisa ditagih. Dengan demikian syaratnya sangat sederhana, yakni hanya melihat pada jumlah kreditur minimal dua dan hutang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, tanpa ada pengujian terhadap ketidak mampuan membayar tersebut. 

Sungguhpun UU yang mengatur Kepailitan dan PKPU itu sama, dalam prakteknya ada perbedaan yang signifikan antara keduanya. Dalam kepailitan maka fokus kerja Kurator ada pada pemberesan (penjualan asset dan membagihan hasilnya kepada para kreditor). Sedangkan dalam PKPU maka fokus Pengurusnya adalah untuk melakukan restrukturisasi, sehingga perusahaan bisa diselamatkan dan berjalan terus. 

Berdasarkan penjelasan di atas maka untuk melihat apakah ada dampak dari Kebangkrutan Pemegang Lisensi Pizza Hut di AS terhadap pemenag lisensi Pizza Hut Indonesia, yaitu PT. Sari Melati Kencana Tbk, maka kita harus melihat pada kemampuan atau ketidakmampuan perusahaan tersebut dalam melakukan pembayaran hutang-hutangnya pasca terjadinya kebangkrutan di AS tersebut. 

Covid 19 ini memang sangat berdampak bagi penurunan penjualan restoran termasuk Pizza Hut. Bukan saja karena restoran sempat ditutup sampai sekitar 2 bulan, namun juga karena kelesuan ekonomi yang berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat. Namun sungguhpun demikian sampai saat ini bisnis waralaba tersebut masih beroperasi dengan baik. Semoga saja bisa tetap bertahan, sehingga bisa menopang perekonmian nasional, termasuk memberi lapangan kerja bagi para pekerja kita. 

*  Penulis adalah Advokat, Kurator/ Pengurus dan Dosen Hukum Perburuhan di Universitas Taruma Negara dan Dosen Tetap di STIH Gunung Jati Tangerang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun