Hari ini, Prita Mulyasari dijadwalkan akan memenuhi undangan DPR. Semoga kehadiran Prita, bisa memberikan angin segar, agar para wakil rakyat itu, bisa menerima masukan positif demi tegaknya keadilan dinegeri ini.
Apalagi, terdapat banyak dugaan ketidakberesan dalam putisan kasasi Prita tersebut. Misalkan, salah satu anggota majelis hakim Mahkamah Agung, Salman Luthan, mengakui, hukuman untuk Prita Mulyasari di tingkat kasasi hanya berupa penjara enam bulan dan masa percobaan setahun. Unsur terpenuhinya tindak pidana itu, ialah surat elektronik Prita yang mengeluhkan layanan Rumah Sakit Omni Internasional.
Dengan begitu, dengan putusan tersebut, Prita tidak perlu ditahan untuk menjalani hukuman 6 bulan penjara. Tapi, Prita harus berkelakuan baik selama satu tahun.
Salman sendiri, tak sepakat dengan pendapat dua hakim agung dalam majelis tersebut, yakni Zaharuddin Utama dan Imam Harjadi. Menurut dia, perbuatan Prita Mulyasari tidak memenuhi kualifikasi tindak pidana pencemaran nama baik. Dia menilai penulisan surat elektronik yang dibuat Prita tidak terlepas dari pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional Tangerang yang betul-betul dialami Prita.
Mengapa salinan putusan, lambat diterima?
Hanya saja, Jika MA mengabulkan semua memori kasasi jaksa yang isinya menuntut terdakwa 6 bulan penjara, maka eksekusi akan segera dilakukan setelah menerima salinan putusan tersebut, artinya Prita akan langsung ditahan.
Prita Mulyasari akan menjalani sisa masa tahanannya. Dalam perkara pidana pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni, Prita sempat ditahan 23 hari. Jika nanti eksekusi dilakukan, Prita hanya menjalani sisa dari masa tahanannya.
MA takut dengan reaksi masyarakat?
Lambatnya MA memberikan salinan putusan kasasi kepada Kejaksaan Negeri Tanggerang, diduga kuat takut dengan reaksi dari masyarakat yang terus berdatangan untuk memberikan dukungan kepada prita. Setelah Todung Mulya Lubis, kini reaksi datang dari Komnas HAM dan Koalisi Pembela Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi
Komnas HAM menilai, putusan tersebut hanya mengedepankan norma hukum positif dan tidak meletakkan persoalan pada prinsip pemenuhan hak yang lebih substansial. Padahal, yang dilakukan Prita merupakan reaksi atas kegagalan pihak rumah sakit dalam memenuhi layanan konsumen.
Hal yang sama diutarakan, Koalisi Pembela Kebebasan Berpendapat dan Berkespresi. Menurut salah satu anggotanya, Margiono, hakim kasasi mestinya tidak semata menerapkan aturan hukum positif sebagaimana diatur dalam UU Informasi dan
Untuk merespons putusan tersebut, kata Margiono, koalisi akan menggalang dukungan dan mendesak kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk melakukan revisi UU ITE. Wallahu'alam (sumber foto: tribunnews/bian harnansa)
Baca artikel tentang Prita sebelumnya:
Prita Mulyasari dan Putusan MA, Ada Apa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H