Mohon tunggu...
Sehabuddin Abdul Aziz
Sehabuddin Abdul Aziz Mohon Tunggu... wiraswasta -

Blogger buku dan founder booktiin.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Potret Bangsa dan Ideologi Perut Warga

15 Juli 2011   04:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:39 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13107039041666002411

[caption id="attachment_119480" align="alignleft" width="268" caption="POTRET BANGSA DAN IDEOLOGI PERUT BANGSA"][/caption] INSTRUMEN berbagai potret politik dan hukum tanah air makin bervariasi. Kejenuhan publik terhadap lakon politik tiap hari dihidangkan dengan menu baru. Dari mafia pajak, mafia pemilu, kasus nazaruddin, soal TKI yang dihukum mati, ketidakadilan Prita, sampai pelaksaan MOS yang menuai badai kontroversi. Dalam menyikapi berbagai persoalan diatas, kita sebagai warga bangsa, merasakan ada kejanggalan. Jujur saja, sebagai warga bangsa tak menghendaki berbagai persoalan itu ditelinga kita. Dulu, pada era Soeharto, pantang telinga warga mendengar atau membaca berbagai 'kerusakan mentalitas' bangsa yang sedemikian vulgar. Beranjak dari persoalan-persoalan bangsa saat ini, kita merindukan ketenangan, kedamaian, dan kerukunan. Hingar-bingar permasalahan yang terjadi, sebagai efek dari kran demokrasi yang semakin bebas terbatas. Dulu, rupanya, pada saat era Soeharto, ketenangan warga bangsa bukan berarti negeri ini tidak mengidap penyakit. Rupanya, setelah kran kebebasan terbuka, borok-borok itu satu persatu mengemuka. Saat ini siapa pun bebas bicara. Antarsatu sama lain memiliki hak untuk menceritakan dan melaporkan berbagai kasus yang dialami. Bahkan, hirarki keadilan ditempuh, agar keadilan bisa diperoleh. Ada dua hal yang patut kita cermati dari serangkaian potret bangsa ini. Pertama, dalam tinjauan kritis sosiologis, warga bangsa tidak merasakan manfaat dari berbagai kejadian itu, selain bisa dinikmati oleh elit politik. Mungkin, saat diluar sana berteriak, meminta tangkap Nazaruddin, tegakan keadilan untuk Prita Mulyasari, benahi Komisi Pemilihan Umum dan sebagainya, rakyat kecil hanya menelan air ludah. Mereka terus berjuang mempertahankan hidup, agar bisa bertemu dengan kehidupan esok hari. Wajar pula, jika psikologis masyarakat acuh tak acuh dengan semua kejadian itu. Sekilo beras dan lauk-pauk dari hasil jerih payahnya setiap hari, sudah disyukuri luar biasa dari hanya sekedar menonton 'dagelan' politik dan hukum yang tak kunjung selesai. Kedua, warga bangsa terpaksa harus berteriak ketika ketidakadilan menimpa sesama warga mereka yang notabene tidak memiliki kekuatan apapun. Seperti terhadap Prita Mulyasari, warga bangsa memberikan respek yang luar biasa. Ketertindasan secara politik dan hukum bagi Prita, dianggap warga bangsa penindasan terhadap rakyat lemah. Analisa dari tulisan diatas, penulis meyakinkan, bahwa ideologi perut warga bangsa akan cepat terusik apabila sesama rakyat lemah ditindas. Begitu pun sebaliknya, kasus-kasus elit politik dan hukum serta aktor didalamnya, bagi mereka hanyalah kepentingan elit negeri ini. Wallahu'alam (foto google)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun