Anggota DPR selalu menjadi sorotan. Setelah rencana pembuatan gedung baru yang kemudian dibatalkan, kini Pimpinan DPR masih adu argumentasi untuk pengadaan finger print. Alat ini, gunanya untuk mendeteksi kehadiran para wakil rakyat saat dilaksanakan rapat paripurna. Dengan alat itu, para wakil rakyat tidak perlu absensi. Melainkan cukup menempelkan telunjuk dan datanya sudah bisa diakses oleh alat tersebut.
Aneh! Bila menjadi wakil rakyat sebuah kewajiban terhadap rakyat, saya kira alat ini bisa dinomorduakan. Wakil rakyat yang memiliki hati nurani, senantiasa menghadirkan raga dan jiwanya untuk bersidang membahas agenda-agenda politik dan publik. Nah, karena banyak anggota DPR tidak hadir saat sidang, atau mengabsen tapi tidak berada diruangan, maka alat itu pun diadakan oleh sekretariat jendral DPR.
Sebagai warga bangsa, pengadaan alat finger printer bisa berdampak dua hal. Bisa negatif juga positif. Semuanya di kembalikan kepada para wakil rakyat. Apakah dengan alat tersebut bisa menjadi spirit untuk senantiasa hadir pada saat sidang, atau hanya menjadi alat kamuplase kejujuran. Zaman sekarang, alat apa sich yang tak bisa dimanufulasi. Apalagi wakil rakyat—yang secara nyata—masih suka mempolitisir atau mempolitisasi itu.
Memang, anggota DPR sudah pantas memiliki alat yang serba lengkap untuk menunjang keberlangsungan kerjanya. Namun, semua yang sudah diperoleh dari uang rakyat, tidak lantas hanya merubah status sosial saja, melainkan juga peningkatan kinerja yang maksimal. Anggota DPR sejati, ia rela untuk serius mengabdikan hidupnya sebagai wakil rakyat. Mari kita buktikan, apakah finger print’itu sebagai bukti keseriusan meningkatkan kinerja atau hanya kamuplase kejujuran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H