CEO Kompas Gramedia, Agung Adiprasetyo, menerbitkan buku bertajuk ‘Memetik Matahari’ yang akan diluncurkan Rabu, (18/12) di Gedung Teater Widyasabha, Universitas Udayana, Bali. Buku setebal 208 itu, bercerita tentang pandangan sikap hidup, pola pikir, dan kedisiplinan.
Vanesa Martida selaku koordinator kegiatan seperti dikutip Antara, (17/12), mengatakan, peluncuran buku ‘Memetik Matahari’ digelar penerbit buku Kompas bekerja sama Bentara Budaya Bali dan Udayana Science Club (USC). Akan hadir dalam kesempatan itu, pembahasa Dr Jean Couteau dan Prof Dr Nyoman Darma Putra.
Lewat bukunya, Agung Adiprasetyo, menceritakan tentang kesuksesan dan kegagalan seseorang bisa ditentukan oleh sikap hidup, pola pikir, dan disiplin kerja sehari-hari. Saata peluncuran buku juga , akan mendialogkan lebih jauh perihal refleksi kekinian dan problematik yang menyertai kepempinan.
Agung yang oleh situs SWAAT disebut sebagai CEO Kompas Si Tukang Cap itu, menjadi CEO Kompas tahun 2006 sampai terpilih menjadi CEO terbaik.
Ia mengaku, banyak menyerap dan menerapkan nilai-nilai luhur yang selama ini dibangun dan diterapkan pendiri Kompas, PK Ojong dan Jakob Oetama, dalam membesarkan Kompas Gramedia.
"Pada dasarnya saya selalu menikmati pekerjaan apa saja. Bagi saya, semua pekerjaan harus pernah dirasakan sebab yang namanya pengalaman kerja tidak mungkin diperoleh hanya dari bangku kuliah saja," kata Adiprasetyo.
Perjalanan karir seorang Agung tak lepas dari andil besar pendiri KKG, Jakob Oetama. Dan, ternyata, pilihan Jakob tidak meleset. Di mata anak buahnya, Agung dinilai sebagai individu yang punya komitmen tinggi dan berdedikasi terhadap pekerjaan. Kerja keras dan komitmen menjadi modal bagi Agung untuk mencapai posisi tertinggi di KGK.
Agung dinilai mampu meneruskan filosofi bisnis yang ditanamkan para pendiri dan menggabungkannya dengan gayanya sendiri dalam memimpin KKG. Menurut Agung, pada dasarnya penduduk Indonesia orang yang tidak macam-macam alias baik. Sehingga, dalam menerapakan gaya kepemimpinanya, ia mengadopsi prinsip mengendalikan layang-layang. Artinya, jangan selalu menganggap orang lain lebih bodoh dan malas sehingga harus selalu diawasi. Jangan pula menjadi pemimpin yang otoriter dan selalu mengawasi karyawan.
“Intinya, tinggal tarik ulur pada waktu yang tepat. Yang penting layang-layang harus tetap mendapat angin agar bisa terbang tinggi,” katanya. ***/sehabooks
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI