RAKORNAS Partai Demokrat hari ini di gelar. Aura tak sedap sudah tercium di awal pembuka rakornas.Sejumlah peserta, acuh tak acuh, cuek bebek, dan terkesan tak simpatik dengan pidato Ketua Umum, Anas Urbaningrum. Padahal, anas tengah memberikan wejangan: “Mari kita tunjukkan bahwa kita bersatu padu, inilah forum untuk melakukan konsolidasi. Itulah kenapa rapat konsolidasi kita mengambil tema konsolidasi, perbaikan dan peningkatan kinerja."
Suara sumbang juga sebelumnya, melejit dijajaran majelis tinggi partai. Misalkan, ketidakpercayaan terhadap Anas itu, bisa disimpulkan dari potongan SMS Marzuki Alie yang dikirimkan kepada SBY: “...Kelihatannya manajemen partai sudah tidak efektif lagi, apapun perintah DPP. Ini masalah Leadership. Memprihatinkan sekali, kita juga terkena imbas seolah tidak memperdulikan tentang kondisi partai. Sebenarnya saya sebagai pribadi atau dalam kapasitas sebagai Wakawanbin tidak mau ikut-ikutan dalam urusan yang melibatkan DPP PD secara operasional, namun kalau ini terus dibiarkan, setiap hari kita di degradasi oleh kita sendiri dengan provokasi media, kita akan menuju kehancuran. Mohon Kawanbin mengambil tindakan tegas untuk menyelamatkan partai, kami siap diperintah dan mendukung apa apapun keputusan Kawanbin sebagai the founding father PD.”
Tak hanya diacuhkan. Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB-HMI) itu, diminta pengurus Partai Demokrat di daerah untuk segera mundur. Gerakan pembuka mengudeta Anas ini, datang dari DPD Jawa Tengah."Saya selaku Sekretaris DPD, pendiri PD Jateng, ingin selamatkan PD. Orang-orang yang bermasalah harus dinonaktifkan, termasuk Anas Urbaningrum sehingga dia bisa selesaikan kasusnya dengan baik," kata Sekretaris DPD Jateng, Dani Sriyanto.
Desakan hebat terhadap Anas bagaikan pisau bermata dua. Satu sisi Anas harus tetap tegas menyelesaikan konsolidasi pascakasus Nazaruddin. Satu sisi, justru signal-signal percepecahan, ketidakkompakan, dan potensi konflik didepan mata. Posisi Anas saat ini, tak lagi menjadi raja saat Kongres di Bandung tahun lalu. Ia bahkan, ibarat prajurit yang tengah menunggu titah dari sang raja. Termasuk pilihan harus mengundurkan diri atau tetap bertahan kendati dalam tekanan luar biasa.
Tuntaskan Gurita Kolusi
Salah satu dilema yang dihadapi Anas cs adalah, membersihkan gurita atau jejaring Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Mungkin bila dikatakan korupsi, terlalu dini. Namun, bagaimana dengan kolusi di tubuh Partai Demokrat diduga kuat sudah menggurita.
Menurut Pasal 1 ayat 4 Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, defenisi kolusi adalah: permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar-Penyelengara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan/atau Negara.
Dari definisi itu, terdapat unsur-unsur dari kolusi. Pertama, adanya permufakatan atau kerja sama. Unsur ini semakin menegaskan bahwa perbuatan kolusi hanya dapat dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan adanya permufakatan atau kerja sama diantara mereka. Kedua, secara melawan hukum adalah perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil Perbuatan tersebut tidak hanya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, melainkan juga perbuatan yang dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma sosial kehidupan dalam masyarakat.
Ketiga, penyelenggara Negera.Berdasarkan undang-undang yang dimaksud Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelengaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keempat, adanya pihak lain yang dimaksud dengan pihak lain adalah keluarga, kroni, dan para pengusaha. Kelima, adanya kerugian menimbulkan suatu akbiat, yaitu berupa kerugian, baik kepada orang lain, masyarakat, dan/atau negara, sebagaimana yang diatur dalam undang-undang.
Aktor Demokrat yang diduga Terlibat KKN
[caption id="attachment_120775" align="alignleft" width="314" caption="www.tempointeraktif.com"]
1.Nazaruddin, Mantan Bendahara Partai Demokrat
Diduga terlibat suap proyek wisma Atlet, Palembang. Juga terlibat dalam proyek di Kementerian Kesehatan dan memberikan uang kepada pejabat Mahkamah Konstutusi
2.M. Natsir, Ketua Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Diduga terlibat dalam proyek di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Nasir tercantum sebagai komisaris PT Mahkota Negara yang menangani proyek itu
3.Agus Khan, Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jember
Namanya tercatat bersama Nazaruddin dan Nasir sebagai komisaris pada beberapa perusahaan penggarap proyek pemerintah
4.Angelina Sondaks, Wasekjen
Diduga terkait dalam proyek Wisma Atlet Palembang. Nazaruddin menyebut Angelina dan Wayan Koster dari PDI Perjuangan terlibat dalam proyek Rp191 milyar itu. Angelina dan Wayan sudah membantah dugaan tersebut.
5.Mirwan Amir
Diduga berperan sebagai membagi-bagikan uang kepada pimpinan Badan Anggaran DPR
6.Jhonny Allen Marbun /Wasekjen
Terkait dengan dugaan suap proyek di Departemen perhubungan dikawasan Timur Indonesia pada februari 2009. Terpidana Hadi Jamal dipersiadangan mengaku menyerahkan uang US$ 80 ribu dan 32 juta kepada Jhonny
7.Max Sopacua, Waketum II
Diduga terlibat alat roentgen di Departemen Kesehatan. Surat dakwaan bekas Sekretaris Jendral Dyafii Ahmad men yebut Max menerima cek 45 juta. Maz sudah mengklarifikasi ke KPK
8.Sutan Bhatoegana, Ketua Departemen Perekonomian
Terlibat dalam dugaan rekayasa proyek pasokan batubara. Awalnya Sutan memperkenalkan Daniel Sinambela ke Nazaruddin, dan perusahaan Daniel pun lolos tender
9.Amran Daulay, Anggota DPR Partai Demokrat
Menjadi tersangka perkara pengadaan sarung, mesin jahit dan sapi di Departemen Sosial 2004-2009
10.Andi Nurpati, Ketua Divisi Komunikasi Publik
Terlibat dalam dugaan pemalsuan dokumen surat palsu Mahkamah Konstitusi
Penutup
RAKORNAS Demokrat bagi Anas memang sama sekali tidak diharapkan terjadi. Bila tidak ada kasus Nazaruddin, rakornas ini tidak mungkin digelar. Kok bisa? Ya, rakornas Demokrat itu hanya untuk mengambil kebijakan penting partai. Nah, sebelum ada kasus Nazaruddin, apa ada kejadian penting di Partai Demokrat?
Anas kini harus memiliki sikap. Anas harus mengikuti hati nurani dan mengambil keputusan pahit apapun bentuknya. Segala tudingan dan tuduhan yang dialamatkan kepada Partai Demokrat, harus dibuktikan dengan rekomendasi nyata dan ampuh. Persoalan mundur atau tidak dirinya dan sejumlah fungsionaris partai yang diduga kolusi, Dewan Pembina Partai Demokrat harus berhitung dengan cermat.
Penyebabnya sederhana. Bila Anas mundur, Demokrat akan hancur. Bagaimana pun kemenangan Anas, adalah bagian dari restu SBY yang direfresentasikan melalui anaknya, Ibas untuk mendukung Anas. Wallahua’lam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H