Polemik terkait tanah dan sertifikat kepemilikan atas tanahnya menjadi viral bahkan sampai saat ini...pasca Presiden RI membagikan ribuan sertifikat tanah kepada warga masyarakat bahkan menumbuhkan beragam pendapat, penilaian, tanggapan bahkan tudingan mulai dari pengamat politik, partai pendukung Jokowi, pihak oposisi dan lain-lain.
Sertifikat tanah untuk rakyat memang sudah merupakan amanat Undang-Undang yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Adanya penjelasan Dr. Urip Santoso, SH., MH. (dalam buku Pendaftaran dan Peralihan hak atas tanah) disampaikan bahwa sertifikat sebagai surat tanda bukti hak akan bersifat mutlak apabila memenuhi seluruh unsur (Sertifikat diterbitkan secara sah atas nama orang atau badan hukum, Tanah diperoleh dengan itikad baik, Tanah dikerjakan secara nyata.
Dalam waktu lima tahun sejak diterbitkan sertifikat tersebut tidak ada yang mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat maupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan atau penerbitan sertifikat.
Sangat dipahami bila tidak adanya bukti kepemilikan lahan yang sah dalam bentuk sertifikat inilah yang menjadi permasalahan di negeri ini bertahun-tahun. Adanya tumpang tindih kepemilikan lahan menjadi permasalahan yang sangat rumit sejak lama di Indonesia bahkan menjadi momok bagi semua kalangan masyarakat. Adanya Tumpang tindih kepemilikan lahan ini jelas memicu kerawanan konflik sosial.
Berdasarkan data Kementerian ATR/BPN memperoleh target kerja yang jauh lebih banyak dari masa Prona. Â Selama puluhan tahun....masa Presiden sebelumnya, belum semua bidang tanah terdaftar dan ditargetkan sebelum 2025 semua bidang tanah sudah terdaftar 100%. Terdaftarnya lahan tanah tersebut akan mengurangi konflik dan sengketa pertanahan secara signifikan serta menjamin kepastian hukum dan harapan bagi terwujudnya keadilan agraria masih sangat besar.
Dan akan terus dilaksanakan upaya untuk melindungi kepemilikan lahan masyarakat, memberi kepastian hukum dan legalitas lahan, mendorong pertumbuhan ekonomi, menghindari kerawanan konflik sosial, karena  jelas itu adalah tujuan dari penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H