Mohon tunggu...
Sopian Asty
Sopian Asty Mohon Tunggu... -

**A human**

Selanjutnya

Tutup

Money

Kutipan Bea Masuk Impor Kapal

2 September 2014   16:15 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:50 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Wacana kutipan bea masuk impor kapal sebesar 5% - 12% membuat gerah industri perkapalan. Pengenaan bea masuk itu hanya menabah beban pengusaha kapal, sebab produksi kapal dalam negeri dinilai belum berdaya saing.

Ketua Umum Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, pengenaan bea masuk impor kapal dirasa tidak tepat saat ini. Dia beralasan kondisi galangan kapal nasional saja belum berdaya saing, akibat beban fiskal dan moneter yang sangat berat. Akibatnya harga kapal produksi dalam negeri jauh lebih mahal 30 persen jika dibandingkan produk galangan luar negeri.

Hal senada juga diungkapkan oleh Oentoro Surya, Komisaris Utama PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk. (APOL), jika pemerintah ingin mengembangkan industri galangan kapal domestik dan mampu berkompetisi dengan galangan luar negeri, semestinya pemerintah memberikan insentif fiskal bagi galangan.

Lamanya waktu produksi galangan domestik merupakan salah satu penghambat pertumbuhan produksi kapal. Industri galangan kapal di dalam negeri butuh sekitar satu tahun untuk menyelesaikan pembuatan satu unit kapal. Tempo ini realtif lebih lama dibandingkan dengan galangan di luar negeri, seperti China yang bisa menuntaskan produksi dalam lima bulan.

Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Budi Darmadi mengatakan, hal tersebut menjadi pertimbangan konsumen lebih memilih impor. Apalagi kalau pengadaan armada kapal dibutuhkan dalam waktu cepat.

“PT ASDP memilih impor kapal mungkin karena butuh lebih cepat. Galangan di luar negeri sudah siapkan stok setengah jadi. Begitu ada pesanan hanya butuh sekitar lima bulan,” ujar Budi.

Kendala lain yang dihadapi adalah keterbatasan pendanaan untuk investasi dan modal kerja. Belum lagi kekurangan sumber daya manusia yang profesional dan kompeten.

Kurangnya dukungan dari sektor perbankan juga dirasa sangat minim. Suku bunga yang tinggi dan keharusan adanya kolateral 135%-150% membuat kurangnya permodalan dari sektor perbankan belum lagi tarif sewa lahan di lingkungan kerja pelabuhan yang relatif tinggi

Sumber: diolah dari berbagai sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun