Mohon tunggu...
Pretty Sefrinta Anggraeni
Pretty Sefrinta Anggraeni Mohon Tunggu... Guru - Bachelor of Psychology | Guidance Counselor

Never stop learning. Never stop thinking | Ig: sefrintapretty

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tren Perceraian "Zaman Now"

15 Februari 2018   19:55 Diperbarui: 15 Februari 2018   20:22 2533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
theodysseyonline.com

Badan Peradilan Agama mencatat jumlah perceraian di Indonesia antara lain, pada tahun 2014 tercatat sebanyak 344.237 ribu perceraian, sedangkan pada tahun 2015 tercatat 347.256 ribu perceraian, dan terus meningkat hingga tahun 2016 tercatat 365.633 ribu perceraian. Sedangkan provinsi dengan angka perceraian tertinggi pada tahun 2016 adalah provinsi Jawa Timur, disusul dengan provinsi Jawa Barat, dan Jawa Tengah.

Mengapa angka perceraian di Indonesia semakin meningkat?

Berikut ini penyebab perceraian di Indonesia menurut Badan Peradilan Agama antara lain, kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan, poligami, kawin paksa, alasan politis, faktor ekonomi, dan pernikahan dibawah umur.

Mellissa Grace, M.Psi., Psikolog, menjelaskan bahwa terjadinya perceraian berangkat dari banyak faktor. Ada perubahan peran setelah menikah. Dari yang tadinya single, hanya mengurusi atau berfokus pada diri sendiri, kemudian menjadi istri atau suami seseorang. Seseorang yang memutuskan menikah juga punya peranan ganda. Dia harus menjadi istri atau suami dari pasangannya, anak dari orangtuanya, dan anak dari mertuanya yang notabene punya latar belakang, nilai-nilai, kebiasaan, dan harapan berbeda. Jadi, semakin banyak peran yang dijalankan di satu waktu semakin besar konfliknya. Ditambah kalau kesiapan mental pasangan ini belum betul-betul terbina. Bisa saja ketika hal-hal tak terduga muncul dan tidak bisa dihadapi kedua belah pihak dengan baik, berujunglah perceraian.

Lalu, apa yang harus dilakukan pasangan jika memutuskan untuk bercerai?

Solusinya adalah dengan menerapkan Co-parenting yaitu saat dimana kedua orangtua sudah berpisah, tapi tetap berbagi tanggungjawab membersarkan anak bersama. Saling berkompromi antar pasangan demi anak (Sumber:parentalk.id) :

- Terbuka dan fleksibel dengan jadwal

- Komunikasi langsung dengan mantan pasangan

- Remember he is your ex but also your co-parent

- Respek waktu ayah dan anak

- Encourage si anak untuk tetap komunikasi dengan Ayahnya atau Ibunya

- Enjoy your time off

Ingat hubungan antara antara ayah dan ibu, bukan menjadi kewajiban dan tanggungjawab anak untuk mempersatukan mereka, melainkan tanggungjawab masing-masing pihak untuk bersikap atas komitmen pernikahan yang telah mereka buat di awal.

Tidak ada garansi bahwa anak yang dibersarkan dalam keluarga yang orangtuanya tidak bercerai akan dapat menjadi sukses dan tumbuh menjadi pribadi sehat jasmani dan rohani. Begitu pula tidak ada keharusan bahwa anak yang dibesarkan dalam keluarga yang orangtuanya bercerai harus hancur dan tidak memiliki masa depan. Setiap keluarga pasti memiliki tantangannya masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun