Sejak 6 Januari 1989, Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah lembaga yang bertugas untuk menerbitkan sertifikat halal pada suatu produk. Namun, pada bulan oktober 2017, pemerintah melalui Kementerian Agama meresmikan Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH). Sehingga, proses penerbitan sertifikat halal tak lagi hanya di tangan MUI, tetapi akan melibatkan pihak lain yakni BPJPH, dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).
Dikutip dari situs resmi kementrian agama, Soekoso (kepala BPJPH) menjelaskan beberapa tahap penerbitan sertifikat halal sesuai peraturan kementrian agama, sebagai berikut:
1. Pengajuan permohonan oleh pelaku usaha dibuat tertulis kepada BPJPH, dengan menyertakan dokumen seperti data pelaku usaha, nama dan jenis produk, daftar produk dan bahan yang digunakan, dan proses pengolahan produk.
2. Pemilihan LPH. Pelaku usaha diberi kewenangan untuk memilih LPH guna memeriksa dan/atau menguji kehalalan produknya. LPH yang dipilih oleh pelaku usaha kemudian akan ditetapkan oleh BPJPH.
3. Pemeriksaan produk. Pemeriksaan dilakukan oleh Auditor Halal LPH yang telah ditetapkan oleh BPJPH. Pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk dilakukan di lokasi usaha pada saat proses produksi dan atau di laboratorium. Hasil pemeriksaan kemudian diserahkan kepada BPJPH.
4. Penetapan kehalalan produk. BPJPH menyampaikan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk yang dilakukan LPH kepada MUI untuk memperoleh penetapan kehalalan Produk. MUI menetapkan kehalalan Produk melalui sidang Fatwa Halal.
5. Penerbitan sertifikasi. Produk yang dinyatakan halal oleh sidang fatwa MUI, dilanjutkan oleh BPJPH untuk mengeluarkan sertifikat halal.
Anggota Komisi Fatwa MUI Aminuddin Yakub menyatakan dukungan terhadap pembentukan BPJPH oleh Kementerian Agama selaku penerima mandat undang-undang No.33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). "UU ini lahir atas inisiatif MUI. MUI mendukung sekali pelaksanaan UU ini," tegas Aminuddin seperti dikutip situs resmi Kementerian Agama.
Meskipun MUI mengaku mendukung kehadiran BPJPH dan berbagi kewenangan atas sertifikasi produk halal. Namun, "mengapa ada banyak komentar miring terkait keputusan perpindahan pengurusan sertifikat halal dari MUI ke BPJH?". Komentar miring tersebut muncul, mungkin karena masyarakat terutama umat muslim kurang mempercayai penguasa atau pemerintahan. Terbukti dengan gagalnya penguasa dalam mengurus hal-hal inti negara, begitu banyak kasus korupsi yang belum mampu dibasmi oleh pemerintah, hal ini yang menimbulkan keraguan dan pemikiran negatif oleh masyarakat. "Pemerintahannya saja belum tentu berlabel halal, kok malah mengurusi label halal". Bisa jadi dengan berpindahnya pengurusan tersebut malah menjadi ladang baru bagi para koruptor.
Besar harapan masyarakat bahwa BPJPH mampu bekerja profesional, terutama dalam transparasi guna mengurangi kecurigaan masyarakat karena dalam pengurusan sertifikat halal ada penarikan uang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H