Tak banyak yang menyangka bahwa Mugiyanto, salah satu korban penculikan pada masa kelam 1998, kini menjabat sebagai Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Kisah Hidupnya yang penuh perjuangan dari korban hingga menjadi tokoh penting dalam pemerintahan memberikan inspirasi sekaligus kejutan bagi banyak orang.
Mugiyanto Sipin dikenal sebagai aktivis pro-demokrasi yang aktif dan berani melawan rezim orde baru. Pada tahun 1990-an, Mugiyanto bergabung dalam Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) untuk melakukan kampanye demokrasi pada masa orde baru. Ketika gelombang reformasi semakin besar pada tahun 1998, pemerintah saat itu melakukan berbagai cara untuk menghentikan perlawanan, termasuk menculik para aktivis. Mugiyanto menjadi salah satu korban penculikan oleh Tim Mawar, unit operasi militer yang bekerja secara rahasia. Ia ditangkap bersama aktivis lainnya, dipisahkan dari keluarganya, dan mengalami penyiksaan selama ditahan.
Mugiyanto akhirnya dibebaskan, namun pengalaman tersebut meninggalkan luka mendalam yang tidak mudah disembuhkan. Banyak rekannya yang hingga kini masih hilang, tanpa ada kejelasan nasib. Peristiwa penculikan itu menjadi salah satu pelanggaran HAM paling kelam dalam sejarah Indonesia, yang hingga hari ini masih menjadi tuntutan bagi banyak pihak agar diselesaikan secara tuntas.
Selepas dari penculikan, Mugiyanto tidak tinggal diam. Ia tetap melanjutkan perjuangannya di dunia HAM, menjadi aktivis yang aktif dan berani dalam berbagai forum nasional dan internasional. Ia bergabung dengan berbagai lembaga atau organisasi yang berfokus pada HAM, untuk mendorong pengungkapan kebenaran dan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
Berawal dari Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) dan Ia pernah menjadi ketua pada periode 2000-2014. Kemudian pada 2015-2020, Ia bergabung pada International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) bertugas di bidang HAM dan demokrasi. Mugiyanto juga aktif soal perjuangan HAM di tingkat regional, terlibat dalam Federasi Asia Melawan Penghilangan Paksa (AFAD).
Melalui keteguhan hatinya, Mugiyanto berhasil membangun reputasi sebagai sosok yang disegani, bukan hanya di kalangan aktivis, tetapi juga di kalangan pemerintah. Kemampuannya dalam berjuang untuk keadilan dan kemanusiaan membuatnya dilirik sebagai calon kuat untuk mengisi posisi strategis. Hingga pada akhirnya, ia ditunjuk sebagai Wakil Menteri HAM, sebuah posisi yang tidak hanya simbolis, tetapi juga penuh tanggung jawab besar.
Penunjukan Mugiyanto menjadi Wakil Menteri HAM mengejutkan banyak pihak. Banyak yang merasa bangga dengan perjalanan kariernya, tetapi ada juga yang meragukan kemampuannya untuk menghadirkan perubahan nyata dalam penegakan HAM di Indonesia. Di tengah tantangan besar yang dihadapi, Mugiyanto membawa harapan baru bahwa sosok yang pernah menjadi korban akan lebih memahami pentingnya melindungi hak-hak rakyat.
Sebagai Wakil Menteri HAM, Mugiyanto menghadapi tantangan yang tidak mudah. Salah satu tanggung jawab utamanya adalah memastikan penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu, termasuk penculikan aktivis 1988 yang hingga kini masih belum jelas penyelesaiannya. Mugiyanto juga harus memastikan bahwa perlindungan HAM di Indonesia semakin kuat, terutama di era modern yang penuh dengan tantangan baru, seperti pelanggaran privasi dan hak digital.
Kisah hidup Mugiyanto adalah cerminan bahwa pengalaman buruk tidak selamanya menjadi penghalang untuk maju. Dari seorang korban menjadi pemimpin, ia memberikan harapan kepada banyak orang bahwa perjuangan untuk keadilan dan HAM tidak akan pernah sia-sia. Mugiyanto kini menjadi sosok simbol bahwa setiap individu, bahkan mereka yang pernah dihancurkan oleh ketidakadilan, bisa bangkit dan memimpin perubahan untuk masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H