Kesulitan ekonomi yang masih di rasakan oleh mayoritas rakyat Indonesia telah memaksa kebanyakan orang untuk mengambil jalan pintas memperoleh kekayaan. Salah satunya dengan bekerja ke luar negeri sebagai TKI (Tenga Kerja Indonesia).
Sebuah gambaran realita nasib Tenaga Kerja di Indonesia digambarkan utuh dalam film “Minah Tetap Di Pancung: sebuah film karya Denny J.A dengan Hanung Bramantyo yang didedikasikan khusus untuk Indonesia Tanpa Diskriminasi.
Film ini bercerita tentang perjuangan seorang wanita, seorang istri, seorang ibu yang mengikhlaskan dirinya untuk menjadi tumpuan ekonomi keluarga. Demi kemapanan ekonomi keluarga, Minah, begitulah tokoh utama dalam film tersebut rela terbang ke arab Saudi untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia. Kepergian minah tentu dengan seizin suami dan keluarga, bahkan demi memberangkatkan Minah ke tanah arab, Ayahnya rela menggadaikan sawahnya seharga Rp.10.000.000.
Senyum mengembang dengan harapan membawa puing-puing rupiah ketika kembali ke tanah air menghantarakan minah ke Arab Saudi. Uang tersebut akan dipakai untuk biaya hidup keluarga dan menyekolahkan anaknya, Aisyah. Namun apa dikata nasib ternyata berkata lain. Kerinta yang mengucur deras dari badannya ternyata tak mendapatkan apa-apa, jangankan gaji bahkan untuk sekedar melihat dunia luar dan bersilaturhami dengan sesame pekerja Indonesia saja tak pernah Minah rasakan. Kesehariannya dihabiskan di Rumah sang majikan. Seperti burung yang di kurung dalam sangkar besi, Minah tak mampu kemana-mana. Yang dia tahu hanya bekerja dan bekerja dengan harapan suatu saat akan di gaji. Menang Arab Saudi begitu special, bereda dengan Hongkong atau Negara lain, di Negara tempat menunaikan ibadah suci bagi umat Islam ini, pembantu rumah tangga tidak di izinkan sang untuk keluar rumah kalaupun di hari libur.
Minah adalah wanita desa yang begitu polos, baginya manusia di dunia in sama saja apalagi Arab Saudi, sama-sama Islam. Bagi Minah hanya senyum lah yang mampu diberikan sebagai Ibadah, sebagai sodakoh bagi orang lain. Namun apa dikata, senyum manis yang mengembang dari bibir Minah ternyata di anggap sebagai pisau penggoda oleh majikan. Senyuma Minah ternyata mampu membangkitkan hasrat sang majikan laki-laki, alhasil perkosaan demi perkosaan pun Minah rasakan. Sekali terjadi, selanjutnya terulang dan terulang.
Mengadukan nasib ke majikan perempuan ternyata menjadi petaka besar bagi kehidupan Minah di Arab Saudi. Bukan mendapatkan pembelaan, justru Minah harus menerima siksaan yang tak selayaknya di terima oleh binatang sekalipun. Sebuah diskriminasi kaum miskin, para pembantu rumah tangga Tenaga Kerja Asal Indonesia.
Harapan besar Minah untuk mendapatkan kepingan rupiah pun hancur seketika. Perasaan bersalah dan keputus asaan akan nasibnya di rumah sang majikan membuat Minah ingin mengakhiri hidupnya, namun rasa rindu kepada keluarga mampu mengalahkan perasaan yang lain. Akhirnya, hanya doa yang mampu Minah panjatkan supaya Tuhan mau mengulurkan tanganNya, membantunya keluar dari masalah.
Bagi Minah harga diri adalah kekayaan satu-satunya yang dia miliki. Demi mempertahankan harga diri, demi membela harga diri yang tengah di renggut oleh sang majikan laki-laki, akhirnya Minah membunuh sang majikan. Pembunuhan itu dilakukan ketika sang majikan akan melakukan perkosaan untuk yang kesekian kalinya.
“Allahu Akbar” teriak minah saat gunting menusuk perut sang majikan yang selama ini telah merenggut harga dirinya.
Pembunuhan yang dilakukan Minah, ternyata menyeretnya pada meja hijau Arab Saudi. Minah di bui dan diancam hukuma pancung. Begitulah adanya hukum di Arab Saudi. Hukum Pancung atau yang lebih di kenal dengan qishos itu memang di sahkan.
Dengan harap-harap cemas, minah menanti uluran tangan Pemerintah Indonesia. Namun sayang, diplomasi kacangan ala pemerintah Indonesia pun tak mampu menyelamatkan nyawa Minah. Wanita desa yang membawa segudang harapan dengan menjadi Tenaga Kerja Indonesia itupun harus kehilangan nyawanya. Minah, dengan sebuah keyakinan bahwa dia hanya membela diri tak bisa menyelamatkannya dari hukum pancung Arab Saudi. Minah Tetap Di Pancung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H