Aku menjalani hidup yang tak ingin kujalani. Tidak, lebih tepatnya, hidup yang kusesali seluruhnya; atas kelahiranku, kebahagiaanku, dosaku. Namun, teduh wajahnya membuyarkan semua sesalku, aku bersyukur untuk itu. Bersyukur untuk setiap waktu yang kujalani bersamanya.
***
Ini malam ke-142 setelah kami dibuang dari Eden. Eva berbaring di pelukanku, ia tertidur, sementara hanya mantel kulit beruang dan perapian kecil yang menghangatkan tubuh kami dari cuaca dingin yang menusuk. Aku selalu terjaga selama 142 malam ini, aku tak ingin terlelap, aku ingin menjaga Eva entah bagaimanapun caranya. Dan, memandang wajahnya kala ia terlelap selalu membawa keteduhan hati buatku, melupakan bahwa karena perempuan ini, aku ikut dibuang dari Eden.
Ia begitu takut kala itu, air mata mengalir deras membahasi pipinya, begitu takut atas dosa yang ia perbuat.
"Adam.. Tolong aku, bebaskan aku dari perasaan takut ini! Aku berjanji tidak akan memakan apel itu lagi!"
"Adam! Jangan diam saja! Tolong aku! Atau tidak Tuhan akan menghukum aku!"
Sepanjang hari itu ia meronta, meminta ditenangkan, dan aku tidak bisa berbuat apa-apa, hanya sekadar diam. Sampai akhirnya ia tertidur kelelahan setelah menangis seharian. Satu-satunya yang bisa kulakukan hanyalah bernegosiasi dengan Tuhan. Karena ia Mahabaik dan Mahabijak, harusnya Ia punya solusi akan masalah ini, dan aku sempat menjanjikan hal itu kepada Eva.
Langkahku terasa berat, aku memang memberanikan diriku untuk menghadap Tuhan, tapi keraguan seketika menyergap. Hari ketika Eva bertemu dengan UlarIblis dan memakan apel terlarang itu, aku tengah terlelap; seandainya aku terbangun dan terus menjaga Eva, tentu ia tidak perlu memakan apel itu. Dan terus begitu, penyesalan itu membawa keraguan buatku. Haruskah kutinggalkan Eva sekali lagi kali ini, menungguku bertemu Tuhan?
Akhirnya aku terbawa ke dalam sebuah ketidakstabilan mental. Eva atau Tuhan? Bisasaja Tuhan menciptakan Eva eva lainnya untukku. Tapi aku bukan binatang yang bisa menikahi siapa saja yang kumau. Hanya Eva yang jasadnya diciptakan langsung dari tulang rusukku. Ia adalah sebagian dari diriku, dan akan selalu begitu.
Aku berbalik dan kembali ke tempat Eva berbaring dengan tubuh telanjangnya. Apel pemberian UlarIblis itu aku ambil, masih ada bekas gigitan Eva. Aku menghapus keragu-raguanku, dan apel itu kugigit. Seketika itu kepalaku terasa berat, perutku terasa mual. Dan tidak begitu lama aku merasakan perasaan bersalah yang teramat besar. Dosa. Sama seperti Eva, aku telah berdosa, mulai detik itu aku menjadi manusia seutuhnya.
"Eva, bangunlah!"