"Ada apa Adam?"
"Kita harus segera meninggalkan Eden, Tuhan tidak menginginkan kita lagi di sini!"
"Tapi mengapa? Bukankah kau tadi bilang ingin bernegosiasi dengan Tuhan?"
"Ya, Eva, aku telah berbicara dengannya, tapi ia bersikeras untuk mengusir kita, lihat langit itu, petir menyambar  dan hujan badai, ia mengusir kita!"
"Tapi, Adam..."
"Kita tidak bisa berlama-lama, ambillah beberapa helai daun anthurium untuk membungkus tubuh telanjang kita!"
Setidaknya itu dialog terakhir kami ketika masih berada di Eden. Dari satu dosa maka akan tumbuh dosa lain, aku telah membohongi Eva soal pengusiran itu, tapi hanya itu satusatunya cara untuk meyakinkannya bahwa kami telah diusir. Bukankah untuk orang yang kita cintai, kita harusnya rela melakukan dan berkorban apa saja? Aku hanya ingin bersamanya. Aku tidak menginginkan Eva eva yang lainnya. Aku mencintainya sebagaimana dosa melekat pada kami, dan pada akhirnya menjadi pekat lalu menguasai akal sehat.
***
Lolongan serigala terdengar di seluruh penjuru malam, sunyi dan mencekam, di dunia yang sebegini kelam cuma ada kami berdua sepasang manusia. Memang, dunia yang kami tinggali sekarang tidaklah seindah dan senyaman Eden, tapi aku bahagia atas ini semua. Eva masih tetap bisa tertidur lelap di pangkuanku, wajahnya terbaring lembut, kehangatan yang dipancarkan tubuhnya jauh lebih hangat dari matahari. Tertawa lepas bersamanya, menjelajahi sudut-sudut liar di bumi, menyusuri sungai-sungai tanpa batas, menikmati senja bersamanya di bukit-bukit Tigris adalah kebahagiaan terbesarku, takakan kujual demi apapun juga. Di sinilah surgaku yang sesungguhnya, bersama Eva.
____________ Jakarta, Januari 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H