Mohon tunggu...
secret admirer
secret admirer Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya hobi menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"I'm Not Like Others Girl" Termasuk Internalized Misogyny?

31 Maret 2023   13:43 Diperbarui: 31 Maret 2023   13:46 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://himaka.fikom.unpad.ac.id/2021/10/perempuan-dalam-pusaran-internalized-misogyny/

Seperti yang kita ketahui,pada zaman sekarang banyak perempuan yang saling menghakimi atau menjudge perempuan lain atas dasar perbedaan atau rasa tidak suka nya terhadap perilaku,sifat,maupun kepribadian yang ada pada diri seorang perempuan yang lain. Adapun yang sedang marak saat ini yaitu konten-konten tiktok,dimana konten tersebut berisi konten tentang "I'm not like others girls " atau seperti "apa cuman aku perempuan yang gak suka make-up,dan ga norak kayak perempuan lain" dan juga bisa seperti "Aku sih gak suka banget sama K-Pop,beda sama perempuan zaman sekarang " atau berbagai ungkapan lainnya.

Seringkali kita temui konten yang membahas tentang hal tersebut.Mereka mengindetifikasikan diri mereka sendiri sebagai orang yang tidak menyukai cara berpakaian,berdandan,selera musik dan film dan lain sebagainya. Dan lebih tepatnya,para perempuan yang membuat konten tersebut mengidentifikasikan dirinya lebih unggul,unik atau berbeda dengan perempuan pada umumnya dan ini merupakan ciri-ciri Internalized Misogyny. Para perempuan tersebut, ingin membuat orang lain terkesan namun dengan cara membandingkan dirinya terhadap perempuan lain yang dianggap tidak lebih baik.

Hal tersebut yang membuat sebuah asumsi  bahwa misalnya tidak memakai make-up lebih terlihat natural dibandingkan dengan orang yang selalu memakai make-up apalagi tebal. Pemikiran tersebut akhirnya menimbulkan stereotip yang akhirnya menjurus kepada Internalized Misogyny. Padahal dengan ataupun tanpa make-up perempuan tetaplah perempuan.

Dan kemudian TikTok sendiri  merupakan salah satu platform media sosial yang banyak digunakan ataupun diakses pada saat ini. Terutama di kalangan para perempuan,tiktok merupakan satu hal yang tidak asing lagi di telinga mereka. Pada awalnya, tiktok digunakan sebagai sarana hiburan dan kemudian akhirnya berubah menjadi sebuah ajang persaingan terutama di kalangan perempuan. Di satu sisi, TikTok dapat menjadi media untuk membangkitkan kesadaran akan bahayanya nilai-nilai misoginis. Tetapi di sisi lain, TikTok justru dapat menjadi sarana promosi misogini yang mampu menjangkau berbagai golongan. Di balik itu semua, maraknya objektifikasi dan diskriminasi bagi perempuan adalah isu yang lebih mendesak daripada glorifikasi kebencian antara sesama gender.


Sebenarnya, mengekspresikan diri sendiri sebagai perempuan yang berbeda dari yang lain itu sah-sah saja. Karena pada dasarnya, sifat dan perilaku manusia memang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh banyak faktor dalam kehidupan. Tetapi, apakah perempuan harus dikotak-kotakkan terlebih dahulu untuk memvalidasi perbedaan yang ada? Apakah perempuan harus saling bersaing terlebih dahulu untuk menyadari bahwa setiap perempuan seharusnya suportif dan berada di kubu yang sama? jawabannya tidak,kita diperlu mengkotak-kotakkan karena memang pada dasarnya manusia memiliki perilaku yang berbeda-beda.

Pandangan seksis seperti ini membuat mereka atau bahkan kita sendiri memiliki stereotipe seperti apa seharusnya perempuan bersikap dan berperilaku. Padahal, mau bagaimanapun perempuan bersikap, entah dia menggunakan makeup atau tidak, lebih suka warna hitam atau pink, wanita karir atau ibu rumah tangga, mereka tetaplah perempuan seutuhnya. Tentu saja, internalized misogyny ini dapat membahayakan sebab bukannya saling mendukung satu sama lain, para perempuan malah saling menjatuhkan layaknya musuh yang harus dikalahkan hingga kita lupa akan musuh kita yang sesungguhnya yaitu, patriarki.

Oleh karena itu, kita perlu meminimalisir bahkan menghilangkan internalized misogyny ini dengan mengubah cara pandang kita terhadap suatu gender. Kita perlu memahami bahwa setiap orang berhak menjadi apapun yang mereka inginkan.  Kita perlu menghilangkan pemikiran seksis dan standar-standar akan bagaimana seharusnya perempuan bersikap dan berperilaku. Dengan mengubah cara pandang ini, kita dapat berhenti menjustifikasi dan merendahkan terhadap sesama perempuan, lalu kita bisa memulai untuk saling memberikan dukungan satu sama lain.


Malang, 31 Maret 2023.

SALAM PERGERAKAN !!!


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun