Mohon tunggu...
Gregorius Sebo Bito
Gregorius Sebo Bito Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Doktor Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha

Mengajar, Menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tantangan Pengembangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat

10 Desember 2024   18:10 Diperbarui: 10 Desember 2024   18:10 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengembangan Pancasila sebagai sistem filsafat di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan signifikan yang dapat dikategorikan ke dalam berbagai domain. Setiap tantangan ini tidak hanya mencerminkan kompleksitas Pancasila itu sendiri, tetapi juga menggambarkan interaksi antara prinsip-prinsip Pancasila dengan dinamika sosial, politik, ekonomi, dan budaya di Indonesia. Dalam pembahasan ini, kita akan menggali lebih dalam setiap tantangan tersebut, memberikan contoh konkret, serta menganalisis dampak dan implikasi dari setiap aspek yang dihadapi.


Tantangan Hukum dan Normatif


Salah satu tantangan utama dalam pengembangan Pancasila sebagai sistem filsafat adalah ambiguitas normatif. Pancasila sering kali dipahami sebagai sumber dari semua norma hukum di Indonesia, namun interpretasi terhadap Pancasila sering kali tidak konsisten dan diperdebatkan. Misalnya, dalam konteks hukum, terdapat perbedaan pendapat mengenai bagaimana nilai-nilai Pancasila seharusnya diterapkan dalam praktik hukum. Ambiguitas ini dapat menyebabkan tindakan hukum yang bersifat koersif dan menciptakan kerangka hukum yang kaku, yang tidak selalu sejalan dengan kebutuhan dinamis masyarakat. Hal ini terlihat dalam beberapa kasus di mana hukum yang diterapkan tidak mencerminkan nilai-nilai keadilan sosial yang terkandung dalam Pancasila.


Selain itu, tantangan kompatibilitas dengan nilai-nilai lokal juga menjadi isu penting. Di berberapa daerah terdapat hukum adat yang memiliki karakteristik dan nilai-nilai sendiri. Ketika hukum adat ini tidak sejalan dengan prinsip-prinsip Pancasila, muncul ketegangan antara norma lokal dan norma nasional. Misalnya, dalam beberapa kasus, hukum adat yang melarang praktik tertentu mungkin bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yang mengedepankan kebebasan dan keadilan. Oleh karena itu, penting untuk mencari titik temu antara hukum adat dan Pancasila agar keduanya dapat saling melengkapi dan memperkuat satu sama lain.


Tantangan Sosio-Politik


Di ranah sosio-politik, Pancasila juga menghadapi tantangan yang signifikan, terutama terkait dengan ketegangan agama dan ideologi. Prinsip pertama Pancasila, "Ketuhanan yang Maha Esa," sering kali diinterpretasikan secara sempit, yang dapat membatasi kebebasan beragama dan berpikir. Hal ini berpotensi memperkuat dominasi organisasi keagamaan mainstream dan mendorong pandangan ekstremis. Dalam konteks ini, Pancasila seharusnya berfungsi sebagai landasan bagi pluralisme dan inklusivitas, tetapi sering kali justru menjadi penghalang bagi inovasi dalam kehidupan sosial-politik. Misalnya, dalam beberapa kasus, kebijakan publik yang diambil sering kali mencerminkan kepentingan kelompok tertentu yang mengklaim diri mereka sebagai representasi dari nilai-nilai Pancasila, sementara suara minoritas terabaikan.


Selanjutnya, implementasi dan pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila sering kali dianggap sebagai jargon belaka. Banyak masyarakat yang tidak memiliki pemahaman mendalam mengenai prinsip-prinsip Pancasila, sehingga penerapannya dalam kehidupan sehari-hari menjadi dangkal. Ketidakpahaman ini mengakibatkan lemahnya peran Pancasila dalam membimbing ideologi nasional dan demokrasi. Misalnya, dalam pendidikan politik, banyak generasi muda yang tidak memahami pentingnya Pancasila sebagai landasan moral dan etika dalam berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih serius untuk mendalami dan menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Tantangan Pendidikan dan Pembentukan Karakter


Di bidang pendidikan, institusi pendidikan tinggi menghadapi tantangan dalam menginternalisasi nilai-nilai Pancasila ke dalam kurikulum. Meskipun ada upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dalam kegiatan pembentukan karakter, proses ini sering kali rumit dan memerlukan penguatan yang berkelanjutan. Misalnya, pengajaran Pancasila di kampus sering kali terfokus pada aspek teoritis tanpa memberikan konteks praktis yang relevan bagi mahasiswa. Hal ini mengakibatkan mahasiswa tidak mampu mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari mereka.


Selain itu, program-program pendidikan karakter berbasis kearifan lokal, seperti Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal  berusaha menerjemahkan nilai-nilai Pancasila ke dalam pendidikan karakter yang praktis. Namun, tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menyelaraskan inisiatif pendidikan ini dengan kearifan lokal yang beragam di seluruh Indonesia. Misalnya, nilai-nilai Pancasila yang mengedepankan gotong royong dan solidaritas mungkin diinterpretasikan berbeda di berbagai daerah, tergantung pada konteks budaya dan sosial setempat. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih inklusif dan adaptif dalam mengembangkan kurikulum pendidikan yang mencerminkan keberagaman nilai-nilai lokal sambil tetap berpegang pada prinsip-prinsip Pancasila.


Tantangan Ekonomi dan Globalisasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun