Mohon tunggu...
Sebastian Adityo Prabowo
Sebastian Adityo Prabowo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

a student with traveling and hospitality concerns

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Preferensi Wisata Domestik atau Internasional

16 Februari 2014   05:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:47 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saat berbicara tentang berwisata dan jalan-jalan, kelihatannya keren ya, jika sering ke Singapura, Malaysia, Thailand, Maladewa, Hong Kong, Jepang, Korea, Eropa, atau bahkan ke Amerika? Beruntungnya para pembaca yang sering beraktivitas ke luar negeri, mungkin karena perjalanan bisnis, mengunjungi sanak saudara yang sedang melanjutkan studi atau menjenguk saudara dan kerabat yang tinggal atau bekerja di luar sana. Namun apakah sedemikian bangganya jika sering berwisata ke luar negeri dan kasarnya "pamer" di Instagram, Path, Facebook, dan media sosial lainnya?

Secara pribadi, dalam berwisata luar negeri saya baru menyambangi 2 negara tetangga, Singapura dan Malaysia. Pengalaman ke Singapura adalah pertama kalinya berwisata dengan keluarga inti di rumah, hanya untuk 3 hari, sedangkan ke Malaysia karena saya melaksanakan magang dari kampus saya selama 6 bulan di sebuah hotel berbintang 4 di Kuala Lumpur. Untuk wisata dalam negeri, saya merasa masih haus untuk itu bahwa saya baru boleh berkesempatan bepergian di Pulau Jawa, ceklisnya dari ujung barat ke timur yaa: Carita, Anyer, Bandung, Garut, Cirebon, Kuningan, Semarang, Salatiga, Magelang, Yogyakarta, Surakarta, Kediri, Surabaya, dan yang terjauh yaitu ke Pulau Bali. Pulau Bali pun belum sempat saya jelajahi bagian utara, barat, dan timur pulau. Belum pernah ke Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, bahkan Papua!

Melihat banyak sekali orang-orang kita di Instagram, yang terlihat begitu senangnya bolak-balik Singapura buat Singapore Great Sale, ke Universal Studios, Marina Bay Sands, atau biar gaul buat jingkrak-jingkrak dengan lagu dunia gemerlap di Zouk, Pulau Sentosa. Ada festival Songkran, asiknya sih wajib banget terbang ke Bangkok buat main semprot-semprotan air dan basah-basahan di jalan, dan tanpa ada festival Songkran pun Bangkok tetap dikunjungi belakangan ini padahal sedang berstatus darurat, orang-orang kita senang berfoto berlatarbelakang demonstrasi penduduknya. Belakangan ada festival Holi di Jakarta yang punya nilai sebagai "Festival of Colours" yang berasal dari India & Nepal, dan awam terlihat senang sekali bermain semprot-semprotan air warna-warni di acara tersebut. Atau yang rela becek-becek lumpur lompat-lompat beriringkan musik elektronik dan trance di Jakarta Utara setiap akhir tahun itu, ramai terus penontonnya. Sebenarnya masih hauskah kita akan tradisi dan kekayaan alam budaya negara kita sendiri? Atau sudah lupa dengan budayanya sendiri?

Kira-kira seberapa banyak dari para pembaca yang senang atau sering ikut menyaksikan (atau minimal mengetahui) festival-festival di Indonesia, misalkan Festival Kesenian di Yogyakarta, Jember, Sungai Musi - Palembang, Kuta / Sanur / Nusa Dua - Bali, atau mungkin pernah menyaksikan langsung upacara adat pemakaman di Tana Toraja, Sulawesi dan festival di Lembah Baliem, Papua? Atau tidak harus menyaksikan festival deh, seberapa senang atau pernahkah para pembaca pergi berwisata ke Pulau Sabang, Ngarai Sianok, Derawan, Labuanbajo, Wakatobi, Gunung Kelimutu, Ambon, atau ke salah satu objek yang terkenal yaitu Raja Ampat? Jika saya punya banyak waktu dan rezeki lebih, sungguh, saya betul-betul ingin menyaksikan semuanya dalam satu tahun.

Jika saya boleh mengambil hipotesis, tampaknya berwisata dalam negeri masih dinilai kurang prestis. Jalan-jalan ke Derawan atau ke Karimun Jawa masih kalah dengan prestis jalan-jalan ke Singapura. Di samping itu, mungkin sistem transportasi yang kurang mendukung merupakan alasan selanjutnya. Sayang sekali ya, padahal Indonesia ini begitu kaya dari berbagai sisi, mulai dari kuliner, ragam budaya, sejarah, dan alam sekitarnya, hanya saja kita masih belum mampu untuk menjaganya dan mengembangkannya secara berkelanjutan. Sejauh saya membaca artikel di majalah dan website yaitu sebagai contoh masyarakat Thailand, mereka bangga akan objek wisata dalam negeri sendiri dan seringkali melakukan wisata dalam negerinya, serta mayoritas sadar atas kebersihan objek wisata, seminimal mungkin hanya meninggalkan jejak kaki, bukan sampah. Sebagai cerita; 2 tahun lalu saya dan kawan-kawan saya pergi mengunjungi pantai Padang-Padang di Bali, kemudian beberapa dari mereka merokok. Tanpa sadar mereka membuang puntungnya di pasir pantai; sebelum saya ingatkan ternyata beberapa orang bulé di dekat tempat kami duduk-duduk di pasir langsung menegur, "Guys, please collect your cigarette buds NOT on the beach, you know..care about your beach..." Terhening, kawan-kawan saya memunguti puntung rokok mereka dan dikumpulkan di suatu wadah sebelum dibuang ke tong sampah. Malu, ya memang malu. Kita masih harus banyak belajar, dan poinnya adalah, mulailah hal kecil dari diri sendiri.

Terkadang saya merasa malu, kenapa masyarakat kita lebih senang dan merasa percaya diri sekali jika berlibur ke luar negeri. Saya rasa saya sangat haus jalan-jalan keliling Indonesia, dan belum mampu untuk mewujudkan mimpi saya ini, tapi saya yakin ke depannya saya boleh berwisata menjelajah Indonesia lebih luas lagi, karena saya cinta alam budaya Indonesia! Kalau bukan kita, siapa lagi... :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun