Mohon tunggu...
Harish Ishlah
Harish Ishlah Mohon Tunggu... Seniman - Seorang Pemula yang masih menjelajah

Seorang idealis yang sadar akan hal hal pragmatis sehingga terbentur menjadi seorang Semi-Pragmatic Idealism

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjustifikasi Kesengsaraan Anak Pertama

18 Desember 2020   08:00 Diperbarui: 18 Desember 2020   08:03 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

I don't wanna die, but sometimes wish I'd never been born at all (Queen -- Bohemian Rhapsody)

Sebelum berlanjut membahas tentang judul dari artikel ini beserta kutipan dari lirik lagu Bohemian Rhapsody dari band Queen ini, saya mau mengingatkan bahwa tulisan ini bukanlah tulisan kesedihan apalagi tulisan tentang depresi yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan judul dari artikel ini.

Sering terlintas di beranda media sosial kita tentang tweet, status, story, atau meme yang mengambil pembahasan tentang kesulitan dan kesengsaraan yang dialami oleh anak pertama dalam sebuah keluarga, bukan secara kebetulan ternyata banyak sekali yang merespon dengan mengaminkan meme tersebut bahwa memang sesungguhnya banyak juga anak pertama yang merasakan permasalahan yang sama seperti harus dituntut sukses oleh orang tuanya, dibanding -- bandingkan dengan prestasi anak tetangga, harus mengalah kepada adiknya dan lain sebagainya.

Saya kira cukup rasional juga ketika anak pertama menjadi sosok yang mempunyai beban mental yang berat di dalam sebuah keluarga  karena saya sendiri kebetulan juga merupakan anak pertama di keluarga saya, dan saya memang sedang mencocoklogi-kan beberapa contoh meme tentang anak pertama yang ternyata ada relate juga dengan kehidupan saya sendiri sebagai anak pertama.

Tapi bukan berarti saya meng-generelisasi bahwasanya semua anak pertama pasti sengsara dan menderita sama seperti kebanyakan anak pertama lain, tidak semudah itu ferguso. Semua orang memiliki keluarga dengan problematika dan dinamika yang berbeda -- beda pastinya, problema dan dinamika tersebut-lah yang menentukan bagaimana posisi anak pertama dalam medapatkan perlakuan dari lingkungan keluarganya. Tidak jarang juga ditemui anak kedua, ketiga, dan seterusnya yang terkadang bernasib lebih sengsara dibandingkan dengan anak pertama dan begitu pula sebaliknya, baiklah selanjutnya saya akan lebih membatasi tulisan ini supaya sesuai dengan judul artikel ini.

Meskipun saya bukan merupakan mahasiswa jurusan psikologi, namun saya akan mencoba mengambil benang merah tentang bagaimana proses terpinggirkannya anak pertama dari perhatian sebuah keluarga. Yang pertama adalah terkait dengan faktor situasi dan kondisi di lingkungan keluarga tersebut tinggal, 

jika sebuah keluarga tinggal di lingkungan dengan tetangga yang julid, gengsi, dan toxic maka akan kental sekali dengan perilaku orang tua yang suka membanding -- bandingkan anaknya dengan anak tetangga yang secara kebetulan saja lebih beruntung dalam berprestasi dibandingkan dengan anaknya sendiri. 

Hal ini sebenarnya dilakukan dengan tujuan baik oleh orang tua tersebut yang dimaksudkan sebagai motivasi bagi sang anak agar bisa juga berprestasi dan mengharumkan nama keluarga, namun hasilnya si anak justru akan menanggung beban mental yang berat ketika si anak tersebut harus gagal atau tidak sesuai dengan ekspetasi orang tuanya yang mengakibatkan orang tua menjadi memindahkan ekspetasinya kepada si anak kedua dan seterusnya.

Yang kedua adalah faktor ekonomi yang mengharuskan anak tertua untuk ikutserta dalam menjadi tulang punggung keluarga, sehingga anak tertua banyak yang harus mengorbankan beberapa tahun masa remaja yang beranjak dewasanya untuk mencari pekerjaan dan bekerja membantu menghidupi keluarganya, ini adalah bagian yang menyedihkan tapi di awal tulisan tadi saya sudah melarang pembaca untuk bersedih apalagi depresi ketika membaca tulisan ini maka mari kita petik beberapa manfaat dari menjadi anak pertama.

Anak pertama tentu saja bisa menjadi mentor yang ibaratkan sudah senior dalam pahit manisnya dunia sekolah, kuliah, percintaan, bahkan tuntutan orang tuanya yang bisa diajarkan dan menjadi teladan bagi adik -- adiknya, selain itu juga anak pertama cenderung memiliki tekad yang kuat untuk menjadi orang tua yang baik suatu hari dalam memperlakukan anak -- anaknya kelak serta mengambil pelajaran dari apa yang ia dapatkan dari perlakuan orang tuanya saat ini. 

Apalagi jika anak pertama di generasi saat ini yang sudah paham soal mental illness, seksualitas, peradaban yang gaul, sosial media, dan segala hal kontemporer yang bisa dijadikan sebagai bahan ajar dalam parenting suatu nanti, dan jika saya boleh memprediksi nantinya akan minim adanya anak pertama yang masih dalam keadaan sengsara dikarenakan kebanyakan orang tua milenial ini akan memperlakukan anak -- anaknya dengan cara yang berbeda dan bukan seperti orang tua generasi boomer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun