Mohon tunggu...
SearchforCommonGround Indonesia
SearchforCommonGround Indonesia Mohon Tunggu... lainnya -

Search for Common Ground adalah organisasi nirlaba internasional di bidang perdamaian. Kami telah bekerja di Indonesia sejak 2002 dengan mengajak masyarakat memilih pendekatan kerja sama daripada kekerasan, dalam menghadapi konflik. Kami mempertemukan pihak-pihak yang berseberangan dari berbagai latar belakang untuk mencari solusi berdasarkan kepentingan bersama melalui dialog, peningkatan kapasitas dan media (televisi, video, radio komik dan media sosial). Kami bekerja sama dengan masyarakat sipil (perempuan, pemuda, organisasi kemasyarakatan), pemerintah, parlemen dan sektor keamanan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mengasah Potensi Anak Muda Sebagai Peace Leaders

22 Mei 2014   23:07 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:13 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14007494761298377676

“Bayangkan secarik kertas yang kalian pegang sebagai pihak yang pernah atau sedang berkonflik dengan kalian. Silakan lakukan apa pun terhadap kertas tersebut,” ucap Laode Arham dari Search for Common Ground (SFCG) Indonesia pada 18 peserta Student Initiatives on Peacebuilding Workshop yang diselenggarakan oleh SFCG Indonesia pada tanggal 14-18 Mei 2014 di Jakarta. Suasana ruangan mendadak hening, peserta menatap dalam-dalam secarik kertas yang berada di tangan. Tak lama kemudian, dua peserta mulai menggenggam kertas tersebut dan dalam sekejap membuatnya menjadi bola yang kumal. Sementara itu, kertas milik beberapa peserta lain tampak terlipat, sedikit sobek, ada pula yang masih benar-benar mulus.

Beberapa kertas yang nyaris rusak menunjukkan bahwa sejumlah peserta masih cenderung melihat konflik sebagai sesuatu yang negatif dan sejalan dengan kekerasan. Sementara yang lainnya mengaku bahwa mereka akan berupaya untuk membangun dialog dengan “kertas lawan” tersebut atau justru mengabaikannya begitu saja. Kegiatan yang bertujuan untuk merefleksi sikap dan perilaku peserta pada saat berhadapan dengan konflik ini adalah salah satu pembuka dalam rangkaian Student Initiatives on Peacebuilding Workshop.

Lokakarya yang berlangsung selama lima hari ini diikuti 18 peserta yang berasal dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Universitas Sultan Agung Tirtayasa (Untirta) Serang dan Universitas Tadulako (Untad) Palu. Mereka adalah sosok-sosok pemimpin di kampus yang dipilih setelah proses pemetaan oleh SCFG Indonesia. Mereka telah melalui proses wawancara dan refleksi, hingga akhirnya dinilai potensial sebagai agen perdamaian. Mereka berasal dari berbagai latar belakang dan organisasi, mulai dari Badan Eksekutif Mahasiswa, himpunan mahasiswa, hingga pers mahasiswa.

Selama lima hari, mereka dibekali dengan berbagai materi oleh para fasilitator SFCG Indonesia, yaitu Agus Nahrowi, Laode Arham dan Leli Nurohmah. Hal penting pertama yang diperkenalkan kepada para peserta adalah sifat konflik yang sangat normal di tengah kehidupan sosial yang penuh dengan keragaman. Bahwa konflik tidaklah negatif atau pun positif; semuanya tergantung pada cara kita menghadapinya. Konflik bisa negatif saat diiringi dengan kekerasan, tapi konflik juga bisa positif dan menjadi alat kemajuan sosial saat diselesaikan dengan dialog dan kerja sama.

“Selama ini saya menganggap konflik setara dengan kekerasan. Tapi ternyata di sini diajarkan tidak selamanya konflik itu mengakibatkan kekerasan. Kekerasan sangat tidak bagus. Yakinlah setiap konflik selalu mempunyai jalan keluar,” kata salah satu peserta yang meremukkan kertas di kegiatan awal tadi.

Para peserta, yang dalam program ini disebut sebagai peace leaders, juga berhasil mengidentifikasi hal-hal yang membuat konflik berubah menjadi kekerasan, sekaligus cara untuk mencegahnya. Misalnya ketika konflik didiamkan sehingga menjadi berlarut-larut atau ketika kita memilih untuk mengalienasi lawan, alih-alih bekerja sama untuk mencari solusi bersama.

Para peace leaders banyak menghubungkan materi pelatihan dengan kejadian pribadi yang pernah mereka alami. Seperti mahasiswa pada umumnya, mereka pernah menyaksikan kekerasan, bahkan secara langsung menjadi korban. Sejumlah kekerasan terjadi di lingkungan kampus, di mana senioritas menjadi kunci lingkaran kekerasan yang terus bergulir di generasi-generasi selanjutnya. Banyak pendapat yang mencoba memberikan pembenaran atas tindak kekerasan sebagai bagian dari budaya, atau upaya untuk memperkuat mental dan solidaritas mahasiswa. Namun peace leaders meyakini bahwa pendapat ini salah dan budaya ini harus digantikan dengan yang lebih positif.

Salah satu peserta, Hamidah Taqwa dari UMJ, menceritakan pengalamannya saat menyelenggarakan kegiatan orientasi mahasiswa baru yang bebas dari kekerasan. Ia menyatakan bagaimana panitia, meski merasa lelah, puas melihat kebahagiaan di mata para mahasiswa baru. Acara yang penuh dengan kesenangan itu juga tidak mengurangi sopan-santun dan ikatan pertemanan antar mahasiswa. Hamidah dan peace leaders lainnya percaya bahwa bekal pengetahuan harus lebih banyak ditekankan dalam kegiatan orientasi. Mereka menyadari bahwa upaya memotong lingkaran kekerasan di lingkungan kampus akan berhadapan dengan berbagai tantangan yang berasal dari pihak-pihak yang ingin melanggengkan “tradisi senioritas”. Oleh karenanya, dalam workshop kali ini mereka juga dibekali dengan berbagai teknik negosiasi, di mana mereka dituntut untuk melakukan kolaborasi dan akomodasi, alih-alih mengasingkan pihak-pihak yang berseberangan.

Hal lain yang juga mencolok dari Student Initiatives on Peacebuilding Workshop adalah sesi-sesi yang penuh dengan tawa. Di malam pertama, para peserta yang kelelahan masih banyak diam. Namun keheningan ini tidak berlangsung lama karena sesi pertama di hari selanjutnya membuktikan bahwa perbedaan bahasa dan latar belakang tidak menjadi kendala bagi interaksi di antara mereka. Celetukan-celetukan dari para peserta membuat suasana menjadi semakin cair, yang pada akhirnya membuat materi yang diberikan lebih mudah dicerna. Para fasilitatorjuga tidak berkutat pada metode pelatihan satu arah seperti kuliah. Mereka mempersiapkan berbagai permainan yang melatih kemampuan resolusi konflik, kepemimpinan bijaksana dan inisiatif bina damai. Permainan-permainan ini tidak hanya membuat sakit perut dan serak suara karena terlalu banyak tertawa, namun juga berhasil membantu peserta menginternalisasi situasi dan cara menghadapinya.

Para peserta juga sempat menikmati film Provokator Damai, yang menjadi pemenang Film Rekomendasi Dewan Juri di Eagle Awards 2013. Seusai menonton film yang membuat mereka berurai air mata itu, para peserta melakukan tanya-jawab dengan tiga pembicara tamu, yaitu Muhammad Miqdad dari Institut Titian Perdamaian, Ihsan Ali-Fauzi dari Pusat Studi Agama dan Demokrasi (Pusad) Yayasan Paramadina dan Dian Agustino, Communications Officer SFCG Indonesia. Masing-masing pembicara membagi pengalaman sesuai bidang yang mereka geluti selama ini. Diskusi ini berhasil memperkaya gagasan dan memberikan gambaran mengenai berbagai cara untuk menyebarkan perdamaian, bahkan cara mengatasi konflik yang telah pecah dan memuncak. Hal ini penting, mengingat para peserta sedang dipersiapkan menjadi agen perdamaian sekembalinya di universitas dan lingkungan masing-masing.

Di akhir workshop, 18 peace leaders diminta untuk merancang proyek perdamaian di kampus masing-masing. Pekerjaan rumah mereka berikutnya adalah merealisasikan proyek-proyek tersebut, sembari memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan akan tepat sasaran dan berhasil menyentuh masalah-masalah yang telah diidentifikasi.

Rangkaian pertama Student Initiatives on Peacebuilding Workshop ini adalah awal yang baik. Selanjutnya, SFCG Indonesia akan mengunjungi kota-kota lain untuk membekali lebih banyak pemimpin muda demi mewujudkan Indonesia yang damai dalam keberagaman, tanpa kekerasan.

Anggita Paramesti

Foto: Dian Agustino

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun