Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) menarik perhatian dunia internasional lewat klaim dan aksi-aksi tentaranya yang dipandang berlebihan: melakukan tindakan di luar batas hukum humaniter dan Hak Asasi Manusia (HAM). Tidak saja memaksa dan menghajar kelompok-kelompok di luar Islam Sunni, kelompok ISIS juga membunuh dan menyerang para petinggi serta pasukan Jabhah Nusroh (faksi jihadis di Suriah yang melawan rezim Basad yang berafiliasi ke Al-Qaeda). Mereka menvonis semua umat Islam yang tidak berbai’at (menyatakan penerimaan dan ketaatan) kepada khalifah ISIS Syaikh Abu Bakar Al Baghdady sebagai kafir yang halal darahnya untuk ditumpahkan. Tidak heran kalau kebanyakan ulama di dunia, termasuk ulama-ulama Al-Qaeda, menyatakan secara tegas bahwa klaim kekhalifahan dan sepak terjang ISIS di Irak dan Syiria sesungguhnya menyimpang dari Islam.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan sejumlah ormas Islam—termasuk kelompok-kelompok yang dipandang radikal oleh pemerintah Indonesia seperti Jemaah Islamiyah (JI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)—menentang keberadaan ISIS di Indonesia. Sementara itu, para pendukung ISIS sepanjang tahun 2014 ini terus melakukan kampanye, perekrutan dan pembentukan kepengurusan. Baiat terhadap khalifah dan negara ISIS telah melibatkan lebih dari 2000 orang di Indonesia, dari Aceh hingga Bima, yang mencakup para tahanan dan narapidana teroris di beberapa rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia.
Di saat yang sama, ISIS telah menimbulkan perpecahan baru di kelompok-kelompok radikal dan jaringan napi teroris di Indonesia. Jemaah Ansharut Tauhid (JAT), misalnya, terpecah. Anggota yang menolak baiat kemudian membentuk Jemaah Ansharus Syariah (JAS). Aparat keamanan juga melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh ISIS dengan mengaitkan mereka pada kasus-kasus lama dalam dugaan tindak pidana terorisme. Sementara para pengurus, anggota dan simpatisan JI terus diburu untuk dipaksa bergabung dengan ISIS. Konflik antara warga negara ini—baik antara pendukung ISIS dengan kelompok-kelompok Islam radikal lain, maupun dengan kelompok masyarakat umum yang menolak ancaman bagi kesatuan bangsa ini—bisa berdampak negatif terhadap perdamaian.
Kesatuan Indonesia Nomor Satu
Bercermin pada apa yang terjadi di Irak dan Suriah, perlu kerja sama dan tindakan nyata dari berbagai pihak (pemerintah, aparat keamanan dan masyarakat luas) untuk menjaga suasana hidup yang rukun dan damai di masyarakat yang beragam agama, keyakinan, mazhab dan paham.
Berikut beberapa langkah yang mungkin bisa menjadi solusi.
Pertama, pemerintah dan aparat keamanan serta tokoh agama lebih proaktif untuk membangun budaya diskusi dan dialog tentang tema-tema krusial seperti kekhalifahan, jihad, takfiriyah (pengkafiran) dan bagaimana semua pihak bisa saling menghargai perbedaan keyakinan dan pemikiran, dan tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam menghadapi perbedaan tersebut. Perlu adanya pemahaman bahwa perbedaan bisa menjadi aset yang positif bagi semua pihak.
Kedua, pemerintah perlu mengeluarkan regulasi dan mengambil tindakan tegas terhadap setiap pelaku kekerasan yang didorong oleh semangat dan perspektif keagamaan yang dianutnya. Pemerintah perlu mendorong inisiatif publik untuk menyelesaikan konflik secara konstruktif, tanpa menggunakan kekerasan.
Ketiga, masyarakat Indonesia perlu terus berlatih menghadapi perbedaan dan menyadari bahwa selama ini kita telah melakukannya; hidup berdampingan dalam keberagaman. Proses Pilpres yang berjalan relatif damai baru-baru ini juga kembali memberikan pembelajaran yang baik.
Search for Common Ground (SFCG) Indonesia merupakan bagian dari masyarakat dunia dan Indonesia yang selalu siap bekerja sama dengan berbagai kelompok yang berseberangan untuk mencari cara-cara konstruktif dalam menghadapi konflik. Rakyat Indonesia di berbagai daerah yang mendukung maupun menolak ISIS haruslah menyadari bahwa kepentingan apa pun yang kita perjuangkan, kepentingan bangsa ini tetap nomor satu dan harus dikedepankan.
Laode Arham
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H