Sejumlah tokoh muslim dari Muhammadiyah, PBNU, dll menggugat agar pemerintah membubarkan instansi BP Migas. Tokoh tokoh itu antara lain Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsudddin, mantan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi, Ketua MUI Amidhan, mantan Menakertrans Fahmi Idris dan politisi muslim, Ali Mochtar Ngabalin. Selain itu, ikut menggugat pula sebanyak 12 ormas Islam.
Sehingg akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) lalu memutuskan pembubaran dinas tersebut karena keberadaan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) bertentangan dengan UUD 1945.
Mereka menggugat UU 22/2001 tentang Migas. Mereka menilai UU Migas pro asing dan meruntuhkan kedaulatan bangsa.
Disinyalir BP Migas adalah neo liberal. BP Migas membela kepentingan asing dilihat dari sisi harga dan alokasi migas. Dan juga tidak efisiennya kinerja BP Migas selama ini. Selain fee yg wajib diberikan ke mereka.
Diyakini memang kehadiran BP Migas telah menggerogoti kedaulatan negara. aset BP Migas adalah aset pemerintah. BP Migas mewakili pemerintah dalam menandatangani kontrak dengan perusahaan asing dalam pola business to government.
Artinya, kedudukan pemerintah dan kontraktor asing jadi setara. Jika terjadi sengketa hukum, bisa membahayakan negara.
UU Migas selama ini melegalkan penguasaan kekayaan migas melalui desain BP Migas yang tanpa komisaris. Selain itu, UU Migas disusun dengan tujuan untuk memecah belah Pertamina dengan memaksakan penerapan pola unbundling/devide et empera agar mudah dijual.
Yang unik kenapa mesti golongan ormas muslim intelektual yang mengajukan gugatan pembubaran badan resmi negara ini?
wah ini sebuah kemajuan bagi ormas Islam yang memberikan sumbangsih nyata ke negara dalam bentuk kepedulian terhadap kekayaan alam Indonesia. Apakah orang orang liberal tidak suka gugatan ormas-ormas islam kali ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H