Mohon tunggu...
Sumadi
Sumadi Mohon Tunggu... Lainnya - Sumadi,

Hobi menulis dan membaca. Mau tau tentang saya ?Jangan lupa follow instagram saya @sumaku_26

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lemper : Simbol rendah hati dan persaudaraan

7 Februari 2024   17:31 Diperbarui: 7 Februari 2024   17:38 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tahu lemper ? makanan khas dari jawa yang banyak ditemukan di Yogyakarta. Tidak diketahui siapa dan kapan pertama kali yang membuat makanan khas dari ketan ini. Namun, pada awalnya lemper tidak berisikan daging ayam, ikan ataupun sapi. Pada masa tersebut harga untuk daging ayam, ikan dan sapi terbilang mahal. Masyarakat biasa belum mampu membelinya. Dengan inisiatif, isian lemper dibuat dari parutan kelapa yang sudah dimasak atau biasa disebut srundeng. Isian dimaskukan ke dalam beras ketan setelah itu dipadatkan dan dibungkus dengan daun pisang. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan terkenalnya lemper, isiannya sering diganti menggunakan daging ayam, ikan dan sapi.

            Lemper sekarang memiliki macam sajian tidak hanya di bungkus menggunakan daun pisang melainkan juga dibungkus dengan plastik putih agar lebih praktis. Selain itu, lemper juga tidak hanya di kukus namun juga ada yang dibakar agar aroma khas lemper lebih harum dan menggoda.Makanan yang biasa  dibungkus dengan daun pisang ini, ternyata tidak hanya enak rasanya namun juga memiliki silmbol-simbol yang memiliki ajaran luhur. Siapa sangka ternyata makanan sderhana seperti lemper memiliki ajaran luhur. Lantas apa saja ajaran luhur yang adad di dalam makanan lemper?

            Dinas kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam postingannya di instagram memberikan edukasi tentang makanan lemper. Selain memiliki rasa yang enak, lemper juga menjadi simbol ajaran-ajaran luhur. Adapun nama lemper mengajarkan betapa pentingnya manusia memiliki sikap rendah hati. Lemper merupakan singkatan dari yen dialem atimu ojo memper. Maksudnya adalah ketika seseorang mendapatkan pujian dari orang lain, kita tidak boleh menjadi sombong atau membanggakan diri kita sendiri. Sebab, banyak orang yang menjadi lupa diri hanya karena pujian dari seseorang. Mereka merasa lebih baik dari pada orang lain. Melalui, ketan ini kita dapat belajar kita sebagai manusia diingatkan ketika menerima pujian untuk tetap rendah hati.

            Lemper yang dibuat dari beras ketan ini memiliki simbol persaudaraan. Sifat ketan yang lengket mencerminkan persaudaraan antar manusia yang saling menyatu. Atau lebih bisa menjaga tali persaudaraan. Lengketnya ketan, dianggap akan mendatangkan rezeki yang akan menempel pada orang yang memakannya. Nah, ketan yang lengket ini memberikan ajaran kepada manusia untuk menjaga tali persaudaraan ketan juga memiliki makna lain. Ketan sendiri singkatan dari ngraketaken paseduluran yang memiliki arti merekatkan persaudaraan.

            Masyarakat indonesia biasanya menjadi lemper sebagai makanan pengajal perut sebelum makan. Karena lemper memang cukup mengenyangkan. Biasanya juga sering digunakan sebagai menu favorit dalam sncak box yang disuguhkan diberbagai acara. Namun, bagi masyarakat jawa lemper ini makanan yang wajib hadir dalam pesta hajatan. Lemper selalu dihadirkan dalam acara hajatan seperti nikahan, tasyakuran karena memiliki rasa yang enak dan digemari oleh masyarakat.

            Nah, di dalam buku 1010 Resep Asli Masakan yang diterbitkan oleh Gramedia (2008) lemper masuk dalam kategori aneka panganan dan jajanan. Masyarakat menganggap membuat lemper cukup mudah. Namun membutuhkan waktu yang sedikit lama. Langkah pertama dalam membuat lemper yang harus dipersiapkan adalah bahannya. Adapun bahan utamanya adalah beras ketan yang sudah dicuci bersih dan sudah direndam dalam waktu semalam. Santa yang kental, garam, daun pisang untuk membungkus, minyak untuk mengoles dan tentunya isian lemper.

            Untuk isian lemper ini biasanya masyarakat membuat srudeng yakni parutan kelapa mudah yang sudah dimasak. Namun, kalian boleh membuat isian lemper sesuai keinginan kalian bisa abon, daging sapi, ayam dan ikan. Setelah itu langkah selanjutnya ialah membuat mengkukus ketan agar menjadi setengah matang.

            Caranya yakni didihkan air santan dan garam kemudian masukan ketan yang sudah dicuci dan di rendam tadi ke dalam santan yang sudah mendidih. Kukus kembali hingga matang. Lalu angkat jika sudah matang. Siapkan isian lemper, daun pisang dan penjepit. Untuk penjepit biasanya masyarakat menggunakan jiting terbuat dari lidi. Langkah selanjutnya, bentuk ketan bulat atau lonjong. Jangan lupa ketika membentuk ketan di kasih isian kemudian di padatkan. Setelah itu kemudian bungkus dengan daun pisang dan kedua ujungan disemat menggunakan jiting atau lidi.

            Lemper yang sudah di kenal banyak masyarakat Indonesia ternyata memiliki variasi. Seperti yang ada di Kabupaten Bantul D I Yogyakarta, terdapat lemper yang populer yakni lemper sanden.  Sesuai namanya lemper sanden yang dibuat oleh masyarakat Dusun Sanden, Desa Murtigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul. Padukuhan Sanden juga disebut sebagai Kampung Lemper sebab banyak masyarakat yang membuat makanan berbahan ketan ini.

            Sejumlah sumber mengatakan, bahwa lemper sanden memiliki hubungan dengan tradisi Majemukan yang ada sebelum islam datang ke Sanden. Tradisi ini dikenal sebagai penyembahan Dewi Sri kemudian menjadi ucapan rasa syukur yang digelar di masjid. Dalam tradisi majemukan lemper menjadi simbol kerekatan persaudaraan sekaligus tuntunan  ajaran islam tentang baik dan buruk sikap manusia. Dengan demikian secara filosofis lemper mengajarkan manusia sikap kerendahan hati dan merekatkan persaudaraan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun