(Karena sebelum acara malam itu, saya pernah ikut lomba karate komite perwakilan sekolah dan pencak silat dua kali Naik Dango. Â Lumayan pernah ikut sebagai bekal dan pelajaran hidup).
Malam itu, sang paman minta saya untuk melakukan beberapa gerakan bunga silat dan kata karate (lumayanlah, saat itu saya menguasai sampai kata
Kanku Sho - INGKAI ) dan Paman meminta agar menyerangnya dengan cara saya bertanding. Malam itu, serasa malam yang tak bisa saya lupakan. Karena satu pukulan pun tidak berhasil mengenai tubuhnya saat itu.Â
Kejadian ini saya merasa harus lebih rendah hati untuk belajar lagi. Dalam perbincangan malam itu, Paman katakan bahwa yang saya pelajari ini, masih tingkat olah tubuh. Belum sepenuhnya bela diri.Â
"Sini om ajarkan, bagaimana Jurus Si Fung (Empat Mata Angin) yang dalam bahasa Indonesia disebut "Menyelam Naga, Menghembus Awan,"katanya.Â
Mulai malam itulah saya belajar Ilmu baru dengan paman, yang ia bimbing selama 3 bulan di galang tempat kerja ayah saya. Selama Proses latihan, ternyata ayah begitu memperhatikan ku. Hingga sekali waktu, tak sengaja saya bertanya dengan ayah.Â
"Pa, beladiri yang paling bagus menurut Papa apa?" kata ku.Â
Senyum-senyum sendiri, ia hanya mengatakan semua beladiri itu tidak ada yang paling hebat dan tidak ada yang paling lemah. Ia mengatakan bela diri yang paling bagus adalah bela diri yang dilatih setiap hari. Tidak peduli apapun itu.Â
"Dek, ada pepatah tua dalam bahasa Hakka yang mengatakan bahwa apa yang kita punya sekarang masih "Pan Thung Sui" berarti air setengah ember. kita harus lebih banyak belajar dan tekun dengan apa yang kita punya sekarang. Bukan apa yang hebat dimata kita tapi tidak kita punya," katanya.Â
Ia juga berpesan, yang paling penting adalah bukan apa yang hebat atau yang mana yang paling hebat. Tetapi kemampuan apapun dan sederhana apapun yang kita punya, asal itu dikerjakan dengan hati, Â maka hasilnya akan hebat.Â
Dari perbincangan dengan Ayah inilah saya mendapat istilah Pan Thung Sui. Kata-kata Pan Thung Sui ini, mengajarkan ku untuk sadar dan harus belajar rendah hati lagi. Intinya dari perbincangan kami sore itu, setiap manusia harus bersyukur dengan apa yang mereka miliki. Karena sejatinya, apa yang kita punya sebenarnya belum sempurna maka harus selalu disempurnakan, supaya Pan Thung Sui (Air setengah ember) ini selalu kita isi, sampai nafas terakhir. (Belajar sepanjang hayat).