Mohon tunggu...
Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mohon Tunggu... Administrasi - Arsitek murtad yang lebih bahagia jadi istri arsitek

Writer wannabe yang tinggal di Bandung dan suka berbagi cerita di www.ceritashanty.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pohon Kehidupan (bagian 1)

6 Juni 2016   21:12 Diperbarui: 13 Juni 2016   20:36 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebuah fiksi

Rencananya, setiap Senin selama bulan Ramadan 1437H, saya akan menayangkan cerber yang sempat saya kirimkan untuk Sayembara Fiksi Femina 2015. Niat awalnya ingin membuat cerita ini menjadi sebuah novel sepanjang 30 ribuan kata. Tapi akhirnya sadar diri kemampuan masih kurang dalam membuat fiksi dan hanya mampu merampungkannya dalam 6000 kata saja. Selamat menikmati fiksi panjang pertama Shanty.

Pohon Kehidupan bercerita tentang seorang wanita bernama Anastasia, yang karena beban hidupnya memilih untuk bunuh diri. Di alam kubur ia bertemu dengan seorang Malaikat Magang yang akan menyeretnya ke Neraka. Wanita itu baru tahu bahwa ternyata ada yang disebut Pohon Kehidupan yang merekam setiap pilihan hidup manusia. Setengah merengek ia merayu Sang Malaikat Magang untuk mengijinkannya menengok Pohon Kehidupannya. Ia pun terperangah ketika dihadapkan pada betapa banyak pilihan yang sebenarnya dapat dipilihnya dan membuat jalan hidupnya berbeda. Walau segalanya telah terlambat karena kini kesempatan itu sudah berakhir.

(Bagian 1)

Dari The 19th, restoran yang terletak di puncak sebuah hotel berbintang 6, Anastasia memandangi hamparan berlian di atas beludru hitam kota itu. Demikianlah kota Bandung di malam hari. Berselimut blouse satin merah tanpa lengan, angin malam menusuk memasuki tulangnya tanpa ampun. Hanya kehangatan sepoci Ginger Tea yang bisa diandalkan untuk menyelimuti.

Mungkin orang-orang akan memandangnya penuh kekaguman. Sakti bener manusia satu ini bisa berpakaian you can see pada malam sedingin ini. Baginya, penampilan yang sempurna adalah segalanya. Semakin banyak bagian kulit mulus yang terlihat, itu semakin baik. Walau itu harus dibayar dengan sedikit kedinginan. Demi penampilan yang sempurna untuk seorang yang spesial.

Malam ini, mereka sudah berjanji untuk bertemu. Cintanya. Seorang laki-laki muda. Berondong kata teman-temannya. Entah kenapa, sejak bertemu Devan sekitar setahun yang lalu, ia merasa begitu bersemangat. Devan tidak saja ganteng, tapi ia juga begitu perhatian. Kini wanita itu merasa kecanduan pada perhatiannya. Hingga ia mabuk kepayang dan berusaha terbang meninggalkan kenyataan.

Devan sudah menikah. Istrinya kini tengah hamil 7 bulan anak kedua mereka. Ia sendiri adalah seorang istri dari suami yang selalu pergi keluar rumah mencari segenggam berlian untuk istri dan 2 anaknya remaja mereka. Sebuah cinta terlarang. Ia tahu dunia menghujatnya.

Sebenarnya terselip rasa takut setiap kali harus Ia harus sembunyi-sembunyi mengatur setiap pertemuan dengan Devan. Berusaha jangan sampai ada kenalan yang melihat. Namun terkadang rasa takut itu menjadi semacam penambah rasa yang membuatnya semakin bersemangat. Bagai sentuhan sejumput bumbu penyedap rasa ber-msg yang membuat masakan menjadi sempurna. Pemicu kanker, tapi bikin enak.

Wanita itu berusaha mengabaikan perasaan galau di hatinya. Entah sudah berapa sesi ia habiskan untuk konsultasi dengan psikiaternya. Tapi itu tidak pernah membantu. Dan ia mulai bosan dengan segala jenis obat-obatan anti depresan yang diberikan untuk bisa menenangkan diri. Tidak! Ia tidak perlu obat jika bersama Devan. Pria itu adalah obatnya. Psikiater terkenal itu tidak bisa mengatasi depresinya, Devan bisa. Orang-orang salah jika menghujat hubungan mereka.

They are not in my shoes! Mereka tidak tahu betapa tersiksanya aku selama ini. Suamiku menghinaku, anak-anakku tidak menghormatiku, aku tidak bisa apa-apa. Aku hanyalah parasit tidak berguna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun