Mohon tunggu...
NAJWA SHAUNA AZKIA
NAJWA SHAUNA AZKIA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Konselor Muda Program Studi Bimbingan Konseling Islam

Yuk bumikan literasi !

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pejabat Baik, Korupsi Dibela?

31 Oktober 2022   09:28 Diperbarui: 31 Oktober 2022   09:29 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru-baru ini kita digemparkan atas penetapan Gubernur Papua dalam kasus dugaan korupsi. Lukas Enembe yang ditetapkan sebagai tersangka sejak 14 september 2022 ini menjadi sorotan publik karena sebagian masyarakat Papua membelanya dan mengatakan bahwa penetapan gubernur papua sebagai tersangka adalah sebuah tindakan diskriminatif yang dilakukan KPK.

Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, mengatakan, "kasus Lukas Enembe bukan rekayasa politik tidak ada kaitannya dengan partai politik atau pejabat tertentu melainkan merupakan temuan dan fakta hukum. Dugaan korupsi yang ditetapkan oleh Lukas Enembe yang kemudian menjadikannya sebegai tersangka bukan hanya terduga gratifikasi satu milyar" (kompas.tv, 19 September 2022)

Korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan resmi untuk kepentingan pribadi. Maka siapapun yang melakukan atau bahkan menjadi pihak yang membantu sebuah korupsi agar berjalan, diancam dengan sanksi sebagaimana diatur didalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang pengubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2020.

Seharusnya, ancaman hukuman ini membuat setiap orang menjadi waspada dan enggan untuk melanggar, namun, mengapa kian banyak dan merajalela koruptor-koruptor? Mulai pejabat tinggi hingga aparat kecil atau bahkan lapisan terkecil masyarakat. Suram sekali negeri kita ini. Dan patut disayangkan bahwa masyarakat Indonesia pun tidak sedikit yang membela koruptor-koruptor Negara. Mengapa demikian? Sebaik itukah sang koruptor?

"Hampir semua survei masyarakat menganggap korupsi [adalah] masalah serius yang harus diberantas. Tidak ada masyarakat yang mendukung korupsi. Namun, jika ada tokoh yang didukung menjadi tersangka korupsi, ada saja kelompok pembela. Misalnya mengatakan bahwa kasus tersebut rekayasa, dijebak lawan politik," kata Zaenur kepada Tirto, Selasa (20/9/2022).

Zaenur juga menuturkan kepada tirto.id, kasus Buol dan Tulungagung adalah contoh anomali tersebut. Ia menduga ada beberapa alasan dukungan publik tetap ada, meski orang yang didukung berstatus tersangka korupsi.

Hal itu terjadi, kata Zaenur, faktor pertama karena kepala daerah tersebut punya pengaruh kuat, termasuk bidang ekonomi dan sumber daya. Masyarakat bergantung pada pengaruh tersebut sehingga mendukung pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.

Faktor kedua, kesamaan latar belakang antara tersangka dengan pendukung. Latar belakang bisa berupa suku, organisasi kemasyarakatan hingga organisasi keagamaan. Kesamaan latar belakang membuat masyarakat mendukung koruptor.

Faktor ketiga yang juga menjadi pemicu adalah upaya tersangka dalam memelihara konstituen. Beberapa upaya pemeliharaan tersebut bisa lewat politik uang atau kebijakan yang menguntungkan pendukung.

Faktor keempat adalah tersangka punya jaringan elite penggerak kelompok massa. Ia tidak memungkiri juga ada opsi massa tersebut adalah bayaran.

Faktor kelima yang juga bisa jadi pertimbangan adalah rendahnya kesadaran masyarakat terhadap hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun