Pisau tak peduli akan darah,ia hanya memperdulikan pekerjaannya,meski badannya harus berlumur darah. Seperti cinta,yang tak pernah peduli akan sakit. Sakit yang saat ini dirasakan oleh Wana,gadis 18 tahun,yang mau tak mau harus melupakan mantan pacarnya. Setelah apa yang ia takutkan, keluar dari mulut Laki-laki yang sangat ia cintai.
"Kalau sendiri itu jalannya,lebih baik kita sendiri dulu"
Seperti petir yang terdengar, tanpa adanya mendung. Sebagai makhluk yang lemah, wana hanya bisa menangis,dengan beribu pertanyaan di dalam otaknya.
"Kenapa? Apa salahku Bay?" buliran bening,disudut matanya sudah tumpah.
"Bukan salahmu,ini salahku! Karena aku tak benar-benar mempercayaimu,aku selingkuh wan! Kamu, pasti membenciku? Iyakan?" Suara lelaki tampan itu,sudah tak terdengar di telepon genggamnya.
"Aku sangat membencimu! Kalau kau curiga, kenapa kau mempertahankanku? Harusnya, kau melakukannya sebelum aku pergi!" suara serak mulai terdengar,dengan mata bengkak yang sedikit memerah.
***
Hampir dua hari gadis berambut hitam kemerahan,dengan poni lempar,hatinya mendung. Sebagai anak rantau,ia tak akan membiarkan dirinya terpuruk. Meski orang tuanya,paham tentang hati wana. Bukan berarti, wana adalah anak manja,yang setiap apa yang wana kerjakan diceritakan pada orang tua. Karena mereka tahu,kalau Bayu lelaki tampan,yang umurnya dua tahun lebih tua dari Wana,adalah pacar anaknya sejak 3 tahun lalu. Tepatnya,setahun sebelum keluarga mereka pindah ke luar kota,karena alasan pekerjaan.
Dengan muka yang dipaksa tersenyum,wana berjalan menelusuri gang depan rumahnya. Seperti biasa,di lehernya tergantung kamera digital,bewarna hitam. Yang dua hari terakhir ia tinggalkan,demi menangisi lelaki brengsek. Tangannya mulai menekan tombol, di kameranya. Dua gambar sudah ia ambil,Pohon kelapa yang tertiup angin,dengan baground langit senja,menjadi gambar pertamanya. Lelaki manis,berkaos biru dan topi hitam, bertulis NY. Berjalan kearahnya,menjadi gambar terakhirnya. Sejenak Wana terdiam,ketika melihat gambar terakhirnya. Dengan sigap,ia melihat kearah jalan.
"Emir" gumamnya.
Emir,lelaki yang selalu wana temui dijalan gang rumahnya,dan telah menjadi temannya setahun terakhir, berhenti tepat di depan wana.