Terutama bila berjalan sendirian dimalam hari melalui tempat yang pernah saya dengar bahwa disitu angker karena pernah seseorang melihat penampakan hantu atau mendengar suara-suara rintihan, ratapan, jeritan, Â atau suara-suara aneh lainnya.
Setelah tamat SMA, dapat dikatakan saya sudah tidak takut lagi pada begu ganjang dan segala jenis hantu. Pada perbincangan sesama teman sebaya, saya mulai berani berdebat bahwa hantu tidak ada. Argumen utama saya adalah, hantu belum pernah dilihat dan bukti-bukti keberadaannya yang selalu disampaikan tidak masuk akal.Â
Namun kepada orang-orang tua, saya tidak berani membantah cerita-cerita kepercayaan mereka tentang keberadaan hantu, takut dibilang sombong dan angkuh.
Ketidak beranian saya membantah orang tua tentang kepercayaan hantu, ada kaitannya dengan praktek perdukunan yang masih sangat dipercayai penduduk, baik di desa maupun di kota, mulai dari yang tidak berpendidikan hingga sarjana.Â
Perdukunan identik dengan kepercayaan kekuatan gaib, menurut saya hantu juga,  yang dapat merasuki jiwa bahkan membunuh manusia. Dukun dipercaya dapat menangkal pengaruh atau  mengusir hantu-hantu jahat tersebut. Ketika itu, menentang dukun sama dengan melawan orang tua atau orang tidak tahu adat.
Hari ini, dapat saya nyatakan seyakin-yakinnya bahwa hantu tidak ada. Bahkan, dalam perbincangan sehari-hari, saya tidak khawatir disebut sombong dan angkuh karena tidak takut pada semua jenis hantu. Â
Termasuk tidak takut pada guna-guna dan praktek sihir yang disebut ilmu hitam perdukunan. Bahkan pada obrolan-obrolan santai bercanda, saya berani menantang agar mengguna-gunai saya  sebagai objek membuktikan kekuatan ilmu hitam para dukun paling sakti sekalipun.
Kembali kepada hantu, saya menyadari sangat sulit meyakinkan seseorang untuk tidak mempercayai apalagi tidak perlu takut pada hantu dan sejenisnya, ini menyangkut persoalan filsafat. Â
Meskipun hari ini kita hidup dalam peradaban teknologi digital, kebanyakan penduduk Indonesia masih berkesadaran berpikir zaman primitif. Bukan soal gelar pendidikan, tapi kedangkalan kesadaran filosofis.
Ketakutan pada sosok hantu dapat ditelusuri kepada asal usul rasa takut manusia yang terbesar yaitu kematian. Menurut filsuf  termasyur Jerman Nietzsche, manusia selalu dalam cengkraman ketakutan dan membutuhkan pegangan.Â
Kesadaran berpikir primitif, katakanlah seperti manusia zaman batu, mereka takut pada segala hal yang mengancam kehidupannya, kematian adalah yang paling menakutkannya. Agar merasa tenang maka manusia primitif membutuhkan pegangan keyakinan, bahwa ada kekuasaan gaib yang dapat melindunginya. Â