Presiden Jokowi memberikan sedikit "bocoran" ciri-ciri menteri anggota kabinet pemerintahannya yang kedua.
Sebagaimana dikutip dari Kompas.com (1/7/2019), "Kabinet diisi oleh orang ahli di bidangnya. Jangan sampai dibeda-bedakan ini dari profesional dan ini dari (partai) politik, jangan seperti itulah, karena banyak juga politisi yang profesional," kata Jokowi dalam wawancara khusus dengan harian Kompas. Selanjutnya disebutkan bahwa kabinet nantinya mungkin dari orang-orang muda.
Meskipun penentuan menteri adalah hak prerogatif Presiden, Â namun tak dapat dipungkiri, presiden tidak benar-benar bebas menentukan, karena harus ada kompromi-kompromi politik dengan partai koalisi pendukungnya.
Seluruh partai menginginkan kursi menteri sebanyak-banyaknya. Presiden sendiri juga punya orang-orang nonpartai yang ingin dimasukkan dalam kabinetnya.
Jumlah menteri dari setiap partai pendukung harus dikompromikan dengan pimpinan partai. Untuk menghindari kesan pilih kasih, patokannya disesuaikan dengan perolehan kursi DPR secara  proporsinal.
Setelah jumlah menteri disepakati beserta kementeriannya, sejumlah nama menteri diajukan pimpinan partai, kemudian  presiden akan menilai orang yang diajukan secara subjektif. Setelah semua komposisi dan kombinasinya  pas, maka pada waktunya akan ditetapkan dan diumumkan kepada publik.
Berbagai pihak dengan kepentingan berbeda memberikan kriteria yang pada hakekatnya hanya pembelaan melalui penggiringan opini dan pengecohan, karena sifatnya tidak esensial.Â
Pertama, berasal dari partai politik vs profesional, polemik ini  untuk menggiring opini bahwa bila memilih profesional maka terhindar dari kepentingan "jahat" partai politik, padahal sesungguhnya kepentingan politik adalah membela kepentingan rakyat.
Dengan menunjukan komposisi kabinet sekian persen dari profesional, sekian persen dari partai politik maka pencitraan kabinet telah ideal, itu hanya pengocehan kesadaran tanpa makna. Ukuran ideal hanya dari sisi kompromi memuaskan semua pihak, bukan ideal berkinerja. Â Â Â
Kedua, polemik tua muda, untuk menggiring opini bahwa bila memilih yang muda usia maka citra kabinet menjadi lebih dinamis,  energik, fleksibel menghadapi tantangan zaman sesuai semangat orang muda. Menempatkan satu-dua orang muda sebagai anggota kabinet, kemudian  mengakui kabinet enerjik,  dinamis, dan fleksibel, tidaklah tepat.
Sesungguhnya itu hanya pembelaan Presiden yang hendak memilih orang tertentu yang kebetulan anak muda, atau pembelaan agar orang tua tidak berkecil hati bila tidak terpilih.