Sebutan Neo Orde Baru muncul belakangan ini untuk menandai kelahiran kembali  rezim pemerintahan otoriter seperti  Orde Baru, merujuk pada pemerintahan otoriter Soeharto berkuasa lebih 30 tahun.
Ada 1001 fakta  yang  dapat dinyatakan bahwa Pemerintahan Jokowi sekarang sebagai Neo Orde Baru oleh yang berkepentingan menyatakannya. Demikian pula sebaliknya, ada 1001 kenyataan  yang membuktikan bahwa Pemerintahan Jokowi bukan Neo Orde Baru, dikatakan oleh pihak berkepentingan.
Kedua pernyataan tersebut dapat diperdebatkan kebenaranya dan penyangkalannya selama waktu yang diinginkan, tanpa menghasilkan kesimpulan yang dapat memberi makna bagaimana sesungguhnya keadaan kehidupan berbangsa dan bernegara hari ini atau untuk menperkirakan harapan ke depan.
Munculnya istilah Neo Orde Baru dimaksudkan oleh penyebutnya sebagai perbandingan dari beberapa issu terkini seperti pengekangan kebebasan berpendapat, tindakan refresiv kepada kritikus Pemerintah, transformasi BP7 jadi BPIP, dan Dwi fungsi TNI. Tapi issu-issu lain tidak terlampau disorot  diperbandingkan seperti kesejahteraan rakyat, korupsi, HAM, ekonomi, kualitas pendidikan, dan seterusnya.
Dalam terminologi politik, orde baru bukan suatu identitas ataupun ideologi melainkan hanya penyebutan era  oleh rezim Soeharto untuk membedakannya  dengan era sebelum kepemimpinannya yang disebutnya orde lama.
Sebelum rezim Soeharto medoktrin  istilah orde baru, tidak pernah tersebut orde lama, munculnya istilah orde baru otomatis timbul orde lama. Soekarno sendiri tidak pernah memahami apa artinya kedua orde tersebut.
Pemerintahan Rezim Soeharto dikenal otoriter, dengan ciri-ciri negatif, terutama; koruptif, militeristik, pelanggaran HAM, dan negara kekuasaan bukan negara hukum.
Namun ada juga kenyataan positif; masyarakat aman dan tertib, persatuan bangsa terjamin, dan kebutuhan pokok pangan rakyat selalu tersedia.
Sesungguhnya politik rezim Soeharto atau Orde Baru tidak berkecenderungan menganut ideologi atau identitas  apapun, bukan liberalisme, apalagi sosialis, bukan pula  identitas nasionalis, agama, atau ras. Politik Soeharto sejatinya adalah politik oportunis. Bagaimanakah politik era pasca Orde Baru?
Pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi nasional dampak ketidak stabilan ekonomi global, berujung gejolak sosial yang menjatuhkan kekuasaan Soeharto, dimulailah era disebut reformasi.
Sesungguhnya proses kejatuhan rezim Soeharto oleh reformis  tidak disertai dengan agenda politik tegas, akibatnya selama reformasi, politik oportunis (Orde Baru)  berlahan-lahan kembali menguasai kehidupan berbangsa dan bernegara, bedanya tidak lagi terpusat pada satu orang, melainkan pada oligarki elit-elit politik.