Dalam pembukaan diskusi Implementasi Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) yang digelar oleh Direktorat Hukum dan Humas BNP2TKI di Bogor, pada Kamis (17/10/2013), Jumhur Hidayat Kepala BNP2TKI mengatakan ”Penegakan HAM bukan hanya komoditas civil society, negara juga aktif memperjuangkannya”.
Deputi Perlindungan BNP2TKI Lisna Y Poeloengan mengatakan upaya BNP2TKI dalam penegakkan hak asasi buruh migran telah mendirikan Crisis Center untuk melayani pengaduan kasus buruh migran, lama atau tidaknya penyelesaian kasus tergantung para pihak dalam mediasi.
Pernyataan Deputi Perlindungan BNP2TKI tersebut mendangkalkan arti “perlindungan” yang melekat dalam BNP2TKI. Apa yang dikatakannya tersebut difahami bahwa dalam penanganan kasus buruh migran, posisi BNP2TKI hanyalah Mediator yang memfasilitasi pertemuan, mulai dari mengundang, menentukan jadwal pertemuan, fasilitasi musyawarah, menengahi, dan mencatat hasil musyawarah para pihak.
Belajar dari pengalaman Kasus Wanikah buruh migran Yordania asal Indramayu, empat tahun bekerja, mengalami kekerasan fisik hingga cacat dan hanya digaji dua bulan, kasus ini menggantung di BNP2TKI hingga hampir dua tahun tanpa penyelesaian. Ini juga memperkuat apa yang dikatakan oleh Lisna Y Poelengan, bahwa BNP2TKI memposisikan diri sebagai Badan Mediator.
Kasus Wanikah membuka mata kita semua bahwa NEGARA melalui lembaga yang dibentuknya absen, tidak hadir, ketika rakyatnya membutuhkan perlindungan, kewajiban negara melindungi rakyatnya telah sirna ditangan para pejabat yang telah dilantik dan disumpah untuk mendudukinya.
Sejumlah pertanyaan muncul, apa peran Anggota Polri yang menduduki jabatan tertentu di BNP2TKI, kenapa tidak melakukan tindakan hukum ketika ada kasus pidana misalnya penganiayaan, pemerkosaan, penipuan, pemalsuan, perdagangan orang? Lalu bagaimana koordinasi Anggota Polri yang ada di BNP2TKI dengan Mabes Polri yang didalamnya ada Internasional Polisi (Interpol) karena kejahatan itu terjadi di lintas negara? Lalu bagaimana ketika dari 12 ribuan kasus yang masuk ke BNP2TKI itu ada banyak kasus pidana dan Anggota Polri BNP2TKI membiarkan kejahatan itu berlangsung? lalu apa dasar hukumnya sebuah tindak pidana diselesaikan dengan mediasi? Lalu apakah mediator tersebut sudah terakreditasi oleh Mahkamah Agung? Lalu atas nama perlindungan, mekanisme kontrol apa yang bisa menjamin keadilan dari semua keputusan mediator dalam penanganan kasus buruh migran tersebut? Jika memang substansi perlindungan dilakukan dengan mediasi, apakah mungkin sebaiknya BNP2TKI diganti dengan Badan Nasional Penempatan dan Mediasi TKI?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H