Tradisi itu kebiasaan yang berulang dan telah medarah daging di masyarakat. Melalui kebiasaan tersebut maka akan terlihat kekayaan khasanah budaya. Apalagi keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia yang sangat berlimpah, hal tersebut disebabkan oleh pluralitas suku, budaya, agama, dan bahasa. Namun perbedaan-perbedaan tersebut bukan berimplikasi menjadi sebuah konflik akan tetapi memperkuat persatuan dan kesatuan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.
      Tradisi masyarakat Betawi  menjelang Ramadhan yaitu berziarah ke makam kerabat dan ulama serta sowan ke para alim ulama yang masih hidup. Mereka menganggap sowan ke ulama itu akan mendatangkan rahmat dan keberkahan dari Allah Swt. Biasanya mereka yang datang ke para kyai, asatidz, atau habaib tanpa tangan hampa. Ada yang membawa kue-kue, ada yang membawa sembako, dan terkadang ada yang memberikan sedikit rezeki.
      Biasanya warga Betawi yang sowan ke rumah para shalihin itu secara beramai-ramai. Mereka membawa anak, cucu, mantu serta kerabat lainnya. Mereka biasanya meminta doa dan nasihat agar menjalankan ibadah di bulan Ramadhan itu dengan khusyuk. Syekh Muhammad Dib Al-Bugha berkata, "Nasehat ulama dan para shalihin itu sebagai tanggung jawab mereka dalam menyampaikan wejangan yang bersumber dari al-quran dan hadis-hadis nabi Muhammad. Tujuan dari nasehat tersebut ialah untuk mengendalikan hawa-nafsu yang telah termaktub di dalam alquran dan al-sunnah, dan penjelasan dari keduanya bagaimana untuk mencegah hawa nafsu itu timbul dari dirinya. Selain dari alquran dan al-sunnah biasanya nasihat para shalihin tersebut disertai dengan perkataan salafuna salihin (ulama-ulama terdahulu)."
      Pada ghalibnya sebelum orang-orang betawi itu pulang dari rumah ulama tersebut, ia memegang tangan para mualim untuk ditempelkan ke dada mereka. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan ketenangan dan kekhusyukan kepada diri dalam menghadapi kehidupan dan ditetapkan iman dan islamnya sampai di bulan Ramadhan. Aktvitas tersebut menambah keyakinan mereka bahwa Allah akan memberikan yang terbaik hingga datangnya bulan suci Ramadhan.
      Di sisi lain, ada saja orang-orang Betawi yang memegang tangan shalihin untuk ditempelkan ke atas kepalanya. Mereka meyakini dengan tangan ulama yang ditempelkan ke bagian tersebut agar pikirannya tenang dan terus positive thinking terhadap apa-apa yang diberikan Allah kepadanya dari sebelum Ramadhan hingga berakhirnya bulan agung tersebut. Namun ada saja masyarakat Betawi yang beranggapan bahwa ketika kepalanya dipegang oleh para mualim tersebut untuk semangat dalam melakukan ibadah kepada Allah.
      Tradisi sowan kepada ulama tersebut menandakan bahwa masyarakat Betawi dan ulama itu tidak bisa dipisahkan. Mereka meyakini bawa ulama itu merupakan pewaris para Nabi dan kalam-kalamnya merupakan perpanjangan dari lisannya Rasulullah Saw. Implikasinya tradisi tersebut bertahan di zaman digital sekarang ini. Â
     Â
     Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H