Jargon "Menuju Indonesia Emas 2045" ini sedang guming di telinga masyarakat Indonesia. Memang kalau dilihat dari sumber daya alam, jargon tersebut akan dicapai dengan penuh optimis. Pasalnya terbentang kekayaan daratan dan lautan di bumi pertiwi. Kekayaan tersebut berupa lahan yang sangat luas yang bagus untuk dikonservasi dan dikelola sehingga menghasilkan lahan yang produktif. Sedangkan lautan yang sangat indah untuk dipreservasi dan dimanfaatkan, sehingga wilayah perairan tersebut menjadi objek wisata yang menarik wisatawan dalam dan luar negeri. Akan tetapi jika dilihat dari sumber daya manusia, perlu perbaikan untuk menuju Indonesia yang lebih bermartabat. Tentu perbaikan tersebut dari segi spiritualitas, karena dengan kualitas agama yang baik maka manusia mempunyai tanggung jawab atas perbuatan dan perilakunya.
      Salim Said pernah berstatment di acara Indonesia Lawyer Club, "Kenapa Singapura maju? Kenapa Korea Selatan maju?  Kenapa Taiwan Maju? Kenapa Israel Maju? Karena ada yang mereka takuti. Taiwan takut sama China Daratan, Korea Selatan takut sama Korea Utara, Singapura takut karena mereka mayoritas Tionghoa di tengah melayu, Israel takut karena di tengah Jazirah Arab. Kalau mereka tidak hebat maka dikremus. Idonesia, Tuhan pun tidak ditakuti."
      Peryataan di atas harus menjadi sebuah motivasi atau penyemangat rakyat Indonesia untuk menjalankan agama dengan baik demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap agama pasti mengajarkan hubungan yang baik dengan Tuhan dan hubungan yang baik dengan lingkungan sosial. Sebab dengan hubungan baik dengan Tuhan akan menciptakan realitas semangat ibadah yang baik pula. Sedangkan hubungan yang baik dengan lingkungan sosial akan menciptakan kerukunan, kedamaian, dan ketentraman di masyarakat.
      Di satu sisi dasar negara Indonesia yaitu Pancasila, yang sila pertama berbunyi "Ketuhanan yang Maha Esa". Tentu untuk mewujudkan nilai dasar dari sila tersebut yaitu seorang warga negara Indonesia yang baik harus memilih satu agama dari enam agama yang diakui oleh negara. Dalam hal ini, bukan hanya beragama sebagai identitas saja akan tetapi patuh terhadap Tuhan dan pedomannya. Karena agama dapat dimaknai sebagai cara hidup (way of life). Suatu sistem, pedoman hidup dan juga peraturan-peraturan yang menyeluruh tentang cara hidup yang benar. Sekali lagi, yang dimaksud dengan hidup adalah kehidupan di sini dan kini.
      Pada konteks agama Islam dinyatakan bahwa seorang mempunyai kualitas agama yang baik pasti ia memiliki akhlak terpuji. Nabi Muhammad Saw bersabda, "Agama itu baiknya akhlak." Lantas Rasulullah ditanya, "Wahai Rasulullah apa buruknya? Rasullah menjawab, jeleknya perangai." Maka ada satu doa yang dianjurkkan untuk dibaca oleh umat muslim, "Allahuma Hasin khuluqi wa khalqi" (Ya Allah perbaguslah tubuhku dan akhlaku).
      Pernyataan di atas memberi satu perspektif bahwa kesadaran agama akan memberikan efek bagi akhlak seseorang. Kata akhlak walaupun terambil dalam bahasa Arab (yang biasa berartikan tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama), namun kata seperti itu tidak ditemukan dalam al-quran. Yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal kata tersebut yaitu khuluq yang tercantum dalam al-quran surat al-Qalam ayat 4.[5] Ayat tersebut dinilai sebagai konsiderans pengangkatan Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul,Â
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS Al-Qalam [68]:4)
      Kata akhlak banyak ditemukan di dalam hadis-hadis Nabi Saw, dan salah satunya yang populer :
"Bertakwalah kepada Allah dimana kamu berada, hendaknya setelah perbuatan melakukan perbuatan buruk engkau melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya, dan bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik." (HR Turmudzi)
      Imam Ghazali menjelaskan bahwa khuluq (akhlak) merupakan kondisi kejiwaan yang mantab, yang atas dasar aneka kegiatan yang dilakukan dengan mudah, tanpa harus dipikirkan terlebih dahulu. Nah, bila kondisi kejiwaan itu baik dan melahirkan perbuatan-perbuatan yang dinilai akal dan agama baik, pemiliknya dinilai memiliki akhlak yang mulia. Sebaliknya pun demikian.[6] Habib Umar bin Hafidz berkata, "Akhlak yang baik itu sifat dari Nabi Muhammad, keistimewaan amal-amal orang-orang yang mengikuti jejak Rasulullah, syarat dalam agama, buah dari usaha orang-orang yang bertakwa kepada Allah."