Media sosial, entah itu platform youtube, twittter, instagram, facebook, dan platform lainnya adalah sebuah transmisi pemberitahuan dan informasi bagi khalayak publik. Sajian pemberitaan tersebut yang ada pada media tersebut sangat dibutuhkan untuk mengetahui perkembangan yang ada di lingkungan sosial, negara kita tercinta, dan belahan dunia lainnya. Sehingga dari informasi yang normatif tersebut seseorang bisa peka terhadap lingkungannya, melakukan pergerakan positif, dan menambah wawasan dan pengetahuannya.
       Namun di era digitalisasi sekarang ini platform-platform di media sosial memperlihatkan sesuatu yang hiperbolik. Sebagian penggunanya memilih untuk membeberkan aib dan mendeskriditkan orang lain. Bukan berarti pengguna situs jaringan sosial tidak boleh mengkritik kebijakan atau meluruskan seseuatu hal yang salah akan tetapi gunakanlah dengan bijak dan penuh tanggung jawab. Sehingga hal tersebut tidak menimbulkan kegaduhan dan konflik sosial.
       Memang terkadang pengunaan media sosial bersifat subjektif. Subjektifitas tersebut ingin memperlihatkan eksistensi seseorang di dunia nyata sebagai ungkapan rasa syukur dan nikmat yang telah ia rasakan. Hal tersebut sah-sah saja sebagai bentuk memotivasi orang lain untuk meningkatkan kinerja dan aktualisasi diri demi mencapai seseuatu yang lebih baik. Sebab, dalam menshare sesuatu di media sosial haruslah dengan niat yang baik. Melalui niat yang baik tersebut maka apa yang disampaikan juga berujung baik.
       Subjektifitas ke-aku-an ini yang terkadang terlihat di media sosial. Sehingga kondisi yang demikian akan menimbulkan critic effect bagi pengguna sosial lainnya. Efek kritik tersebut yang menghasilkan pemberitaan besar, menghebokan, dan menjadi skala nasional. Jika hal ini terjadi maka kampanye bijak dalam bermedsos ini harus digalakan kembali demi terciptanya kondusfitas di lingkungan sosial.
       Biasanya, gen Z menjadikan media sosial ini sebagai alat mencurahkan kebaikan dan keburukan. Sebab stabilitas emosional mereka bersifat dinamis. Ketika emosi mereka positif maka mereka menuangkan ungkapan di jaringan sosial tersebut dengan baik. Lain halnya, ketika emosi mereka negatif maka mencurahkan non-verbalnya tidak terkontrol bahkan memojokkan bahkan menjelekan orang lain. Dari sinilah, kita bisa mengetahui ada pengaruh emosi dalam penggunaan media sosial.
       Maka dari itu objektivitas dalam bermedia sosial bagian dari mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan kondusifitas keadaan negara. Walaupun terkadang, berita fakta tersebut terdapat sisi negatif yang membuka kebenaran sesungguhnya. Tapi setidaknya dengan data yang relevan tersebut masyarakat bisa menshare lagi pemberitahuan yang informatif.
      Â
      Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H