Mohon tunggu...
Sayyid Yusuf Aidid
Sayyid Yusuf Aidid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ

Saya adalah seorang dosen agama yang moderat yang suka membaca dan menulis. Genre bacaan saya yaitu religi dan tasawuf. Adapun saya mengajar Agama Islam di Universitas Indonesia dan Politeknik Negeri Jakarta. Link : www.yusufaidid.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pentingnya Internalisasi Manajemen Reflektif pada Gen Z dalam Pemakaian Media Sosial

21 November 2024   11:24 Diperbarui: 21 November 2024   11:24 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gen Z dan media sosial, dua termin yang tidak bisa dipisahkan. Pasalnya, Gen Z selalu menggunakan gawai untuk mencari tahu dalam kesehariannya. Ketika saya mengajar di kelas, saya tanya berapa jam kalian dalam penggunaan smart phone kalian? Ada yang menjawab 7 jam sehari, ada yang 9 jam sehari, bahkan ada yang lebih dari 13 jam perhari. Melihat jawaban-jawaban tersebut, saya berkesimpulan bahwa gadget alat yang begitu penting bagi generasi yang lahir pada tahun 2010-an.

Kebiasaan Gen Z bergadget, terkadang membuat paradigma bahwa dunia maya lebih nyata dari dunia nyata sesungguhnya. Sehingga pergaulan, kreatifitas, dan cara bersosialisasi mereka agak kaku di lingkungan sosial. Hal tersebut bisa mempengaruhi ketika mereka masuk ke dunia kerja. Pengaruh tersebut antara lain mengentengkan pekerjaan yang dibebankan, kurang mempunyai etika ketika berinteraksi dengan lingkungan kerja, dan menunjukkan egoisme.

Fenomena ketergantungan Gen Z terhadap media sosial akan membawa dampak bagi kejiwaannya. Seperti berbicara yang halu dan bertindak tanpa difikirkan terlebih dahulu. Namun antisipasi dari dampak yang kurang baik tersebut melalui manajemen reflektif bagi diri generasi penerus tersebut. Manajemen reflektif yaitu sebuah pengelolaan diri manusia atau komunitas untuk lebih tertib dan berhati-hati dalam menghadapi kehidupan.  

            Manajemen reflektif ini adalah sebuah termin yang cocok bagi seseorang yang berinteraksi dengan media sosial khususnya Gen Z. Unsur manajemen itu sendiri planning, organizing, actuating, dan controlling. Melalui keempat unsur tadi seseorang bisa mengatur perencanaan, menjalani proses perencanaan, tindakan terhadap proses yang dijalani, dan mengendalikan proses yang dijalankan. Sedangkan reflektif itu sendiri, kesadaran atau intropeksi terhadap sesuatu yang dijalaninya. Sedangkan  manajemen reflektif secara terminologi yaitu pengelolaan aktivitas dan kegiatan manusia yang selalu dievaluasi agar agenda yang dijalani sesuai dengan tujuan yang dikendaki.

            Internalisasi manajemen reflektif pada pemakaian media sosial akan baik jika dilakukan. Pasalnya, internalisasi manajemen tersebut sebagai pengendali bagi si pemakai gawai agar tidak terlalu berlebihan dalam pemakaiannya. Di sisi lain, termin tersebut akan menjadi filter terhadap penggunanya untuk bisa memverifikasi terhadap berita yang beredar di media tersebut. Sebab banyak berita-berita hoax yang berseliweran di gawai yang merusak hubungan sosial di masyarakat, yang pada akhirnya menimbulkan konflik sosial.

            Apalagi media sosial adalah terkadang menjadi pintu masuk bagi paham-paham yang kontroversi dengan budaya ketimuran. Sebagai contoh adanya westernisme yang dipertontonkan pada film-film yang tayang di platform media sosial; seperti pemanggilan nama sebenarnya pada nama ayah dan ibu. Sehingga hal tersebut diimitasi atau diikuti oleh para Gen Z. Hal tersebut tentu bukanlah menyimpang akan tetapi konradiksi dari budaya ketimuran. Sehingga westernisasi yang terjadi bisa menyebabkan kondisi anak yang jauh dari norma kesopanan kepada orang tua.

            Paradigma hedonisasi yang terjadi di platform media sosial yaitu judi online, game online dan pinjaman online. Keadaan tersebut memicu ketergantungan dan kebiasaan dalam melakukan hal yang negatif. Sehingga dengan kebiasaan-kebiasaan tersebut akan terjadi perbuatan yang menyimpang di lingkungan sosial. Misalnya, seseorang selalu main judi online atau game online yang rentan melakukan pinjaman online. Lalu pada akhirnya ia terjerat dengan bunga-bunga yang besar dalam pinjaman online tersebut. Banyak pula dari kejadian itu akan membuat bunuh diri pelaku dan menambah angka kriminalitas di lingkungan sosial.

            Fenomena yang terjadi pada Gen Z yaitu main game online yang melakukan transaksi pembayaran untuk memenangkan pertandingan. Mereka pada umumnya membeli gacha untuk menaikan level di game online tersebut. Namun terkadang pembelian gacha ini terkadang gambling bagi para pemain game tersebut. Sebab pembelian tersebut kadang juga player game juga masih bisa kalah dalam permainan tersebut. Hal itu berakibat pada penikmat game online berbayar yang semakin tidak terbendung untuk melakukan pencurian di masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun