Mohon tunggu...
Sayyid Yusuf Aidid
Sayyid Yusuf Aidid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ

Saya adalah seorang dosen agama yang moderat yang suka membaca dan menulis. Genre bacaan saya yaitu religi dan tasawuf. Adapun saya mengajar Agama Islam di Universitas Indonesia dan Politeknik Negeri Jakarta. Link : www.yusufaidid.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Rouhah Laylatal Khamis, membangun Khemistri Melalui Ilmu

17 Mei 2024   09:00 Diperbarui: 17 Mei 2024   09:11 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi 

Banyak sekali paguyuban, komunitas, dan wadah yang tersebar di Jakarta. Ada komunitas yang tujuannnya komersil, ada tujuannya sosial, dan ada tujuannya karena ilmu. Melihat realitas itu tentu komunitas dibangun karena khemistrinya. Jika khemistrinya karena materi maka menghasilkan bisnis yang menguntungkan, jika khemistrinya untuk membantu satu sama lain maka menghasilkan kemaslahatan sosial, dan jika khemistrinya karena ilmu maka akan membangun peradaban.

            Rouhah Laylatal Khamis, yang dipimpin oleh Ust. Amirrudin Yusuf Daud dan dibina oleh KH. Alwi bin KH. Abdul Rasyid Syaf'i, adalah komunitas yang dibangun karena ilmu Agama. Sebab wadah tersebut berisikan para kyai, ustad, dan habib. Tentu perkumpulan tersebut untuk sebagai penambah semangat untuk mereview kembali atas ilmu-ilmu yang telah dipelajari oleh mereka. Di dalam wadah tersebut dibahas dua kitab yaitu Fathul Ilah yang muallifnya yaitu al-Habib Muhammad bin Husein bin Abdullah al-Habsyi dan Risalatul Muawanah yang dikarang oleh al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad.

            Komunitas tersebut menyelenggarakan agenda pertemuan setiap dua minggu sekali pada Rabu Minggu Kedua dan keempat, itupun dengan tempat yang bergantian. Pada Rabu, 15 Mei 2024 bertempat di zawiyahnya almarhum Habib Idrus bin Husein Alatas, yang kini tongkat estafet kepempimpinannya yaitu Habib Umar bin Idrus Alatas. Pada pertemuan tersebut ada bahtsul masail juga terkait dengan adanya beberapa Mushola yang berubah menjadi Masjid karena dahulu dengan kasus covid 19.

            Melalui masalah tersebut, Rouhah Laylatal Khamis menghadirkan dua tokoh yaitu Habib Hamid bin Jakfar al-Qadrie dan Habib Ali bin Yahya. Menurut Dr. Levi Fachrul Avivy, pada pembahasan tersebut bahwasannya di dalam istilah fiqih itu ada qaryah dan balad yang berarti wilayah yang dimana ada masjid sebagai tempat yang digunakan untuk shalat Jum'at. Namun batasan di antara keduanya masih perlu dikaji lagi. Di sisi lain Ust Firmansyah berpandangan lain bahwasannya qoryah tersebut ada tempat hukumah di dalamnya seperti mahkamah atau kantor kepolisian dan sebagainya.

            Sedangkan Habib Hamid bin Jakfar al-Qadrie mempunyai perspektif yang berbeda pula bahwa qoryah itu seperti batasan wilayah, seperti Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan sebagainya. Ataupun wiayah yang disekat oleh batasan sungai sehingga ketika ada satu masjid dan masjid lainnya dibatasi oleh aliran sungai tersebut maka sah melaksanakan shalat Jumat. Di sisi lain memang masalah perkantoran yang membuat shalat Jum'at. Tentu sisi mustautin (penduduk tetap) memang dipertanyakan, soalnya dalam mazhab Syafi'i harus terpenuhi yaitu 40 orang penduduk tetap untuk bisa melaksanakan shalat Jumat tersebut. Hal ini tidak mungkin juga pegawai kantor yang rumahnya jauh harus pulang dulu dalam menunaikan shalat Jum'at.

            Namun Habib Ali bin Yahya mempunyai pendapat yang dikutip dari fatwa Habib Usman bin Yahya bahwa shalat Jum'at itu sah apabila bertempat di sebuah bangunan yang layak sesuai dengan syarat sah shalat. Ditambah pula dengan jumlah jamaah yang 40 orang yang berpenduduk tetap. Mungkin di zaman mufti betawi tersebut belum banyak masjid yang tersebar di Jakarta. Sehingga bangunan yang layak tersebut bisa dijadikan tempat untuk melaksanakan shalat Jum'at.

            Pandangan-pandangan yang berbeda dari masing-masing tokoh-tokoh tersebut menambah khasanah keilmuan dari pertemuan tersebut. Penulis berharap bahwa Komunitas Rouhah Laylatal Khamis  sebagai konsultan atau dewan pertimbangan fatwa  untuk dimintai pendapat oleh DMI dan MUI kecamatan Tebet. Sehingga tidak lagi ada permasalahan yang menyebabkan konflik horizontal tentang keagaman di masyarakat Tebet.

           

           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun