Terkadang, manusia mengeluh dalam menerima kenyataan yang terjadi. Hal tersebut yang membuat dirinya terjebak akan penolakan apa yang telah ditentukan oleh Allah ta'ala. Padahal Sang Khalik memberikan sesuatu itu sesuai dengan apa yang kita butuhkan bukan kepada sesuatu yang kita inginkan. Sebagaimana Allah berfirman dalam al-quran:
"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."(QS An-Nahl: 97)
Imam Ghazali menyebutkan bahwa kebanyakan ahli tafsir memaknai hayatun thayibatun pada ayat di atas ialah qana'ah. Qana'ah secara bahasa yaitu ridha terhadap apa-apa yang telah diberikan Allah ta'ala. (Syekh Yusuf Al-Baqa'i:2007:538). Sedangkan para mufasir menyatakan bahwa hayatun thayibatun (kehidupan yang baik) di dunia itu adalah qanaah, sebab  qana'ah itu adalah anugrah dari Allah Swt. Sebagaimana Rasulullah mengatakan bahwa, "Qanaah itu adalah harta yang tersembunyi yang tidak akan hilang." (Imam Ghazali:2013:90)
Qana'ah bisa juga diartikan yaitu sifat sederhana. Sifat itu telah diperlihatkan oleh para Nabi khususnya Nabi Muhammad Saw. Beliau adalah pemimpin umat yang hidupnya sederhana. Mulai dari rumahnya yang mungil hingga tidurnya yang beralaskan tikar tipis saja. Sebagaimana Sang Mujtaba bersabda, "Barangsiapa yang menginginkan teman maka cukuplah Allah baginya, barangsiapa yang menginginkan hiburan maka cukuplah al-Quran baginya, barangsiapa yang menginginkan harta yang terpendam maka cukuplah qanaah baginya, barangsiapa yang menginginkan nasehat cukuplah kematian untuknya, dan barangsiapa yang tidak cukup dengan keempat hal tersebut maka cukuplah neraka untuknya."
Memang untuk menjadi pribadi yang qana'ah perlu adanya kesadaran pada diri sendiri. Kesadaran bahwa diri ini hanya mahluk Allah ta'ala, dilahirkan ke bumi tanpa sehelai kain apapun dan diwafatkan tidak membawa jabatan dan harta ke dalam liang lahat. Maka dari itu menumbuhkan sikap qanaaah yaitu jangan selalu melihat ke status ekonomi ke atas namun tidak luput berbagi terhadap orang lain yang membutuhkan. Maka bisa dikatakan qana'ah itu bagian dari rasa syukur terhadap karunia yang Allah telah berikan kepada kita.
Di sisi lain Abu Sulaiman Al-Daaraani berkata, "Qana'ah itu dari ridho kepada Allah dengan menempati kedudukan wara' dari zuhud, maka bisa dikatakan qana'ah itu awal dari ridho dan zuhud." (Imam Qusyairi:2013:201). Sebagaimana yang dikisahkan bahwa ketika Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah dan berkata padanya, "Sesungguhnya Allah kirim salam kepadamu ya Rasulullah dengan bertanya padamu." "Apakah kamu suka untuk aku jadikan gunung ini emas dan ia mengikuti dimana kamu berada?" Sekejap rasul mengedipkan mata kemudian beliau menjawab, "Wahai Jibril sesungguhnya dunia itu adalah rumah bagi orang yang tidak mempunyai rumah padanya selain itu ia adalah harta bagi orang yang tidak memiliki harta padanya, terkadang terkumpulnya ia bagi orang tidak memiliki akal padanya."Â
Rasulullah pernah berpesan kepada Abu Hurairah, "Jadilah kamu seorang yang wara' (berhati-hati) niscaya kamu akan menjadi manusia yang taat, jadilah kamu orang yang qana'ah niscaya engkau menjadi manusia yang paling bersyukur, cintailah manusia lainnya sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri niscaya engkau akan menjadi orang yang beriman, perbaikilah hubungan dengan tetangga dari tetangga-tetanggamu niscaya engkau menjadi seorang muslim, dan sedikitlah tertawa karena sesungguhnua memperbanyak tertawa akan membuat hati itu tertutup."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H