Pada dasarnya transaksi jual beli adalah transaksi yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan umat manusia, bahkan jauh sebelum di utusnya Rasulullah saw. Namun ada perbedaan mendasar kegiatan jual beli pada pra dan pasca di utusnya Rasulullah saw, dimana pada masa pra islam transaksi jual beli hanya memprioritaskan hubungan horizontal antar manusia dengan mengedepankan ego, tipu muslihat dan kegiatan yg tidak baik kala itu. berbeda ketika di zaman Rasulullah saw, di mana Rasulullah saw mengajarkan kepada ummat bagaimana mengedapankan konsep 'ubudiyyah yg mana telah kita kenal adalah konsep mu'amalah, konsep yg memprioritaskan hubungan vertikal antara manusia dengan Allah dan hubungan horizontal yaitu hubungan manusia dengan manusia
Kaitannya hubungan manusia dengan Allah merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban baik duniawiyah maupun ukhrowiyah manusia selama melakukan transaksi jual beli, sedangkan hubungan antara manusia dengan manusia adalah baik penjual maupun pembeli memiliki hak khiyar sebagaimana yg di terangkan oleh Rasulullah saw:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنْ رَسُوْلِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: إِذَا تَبَايَعَ الرَّجُلاَنِ فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا وَكَانَا جَمِيْعًا أَوْ يُخَيِّرُ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ فَإِنْ خَيَّرَ أَحَدُهُمَا الآخَرَ فَتَبَايَعَا عَلَى ذَلِكَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعَ وَإِنْ تَفَرَّقَا بَعْدَ أَنْ تَبَايَعَا وَلَمْ يَتْرُكْ وَاحِدٌ مِنْهُمَا الْبَيْعَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعَ
– رواه البخاري ومسلم
“Dari Ibnu Umar ra. dari Rasulullah saw, bahwa beliau bersabda, “Apabila ada dua orang melakukan transaksi jual beli, maka masing-masing dari mereka (mempunyai) hak khiyar, selama mereka belum berpisah dan mereka masih berkumpul atau salah satu pihak memberikan hak khiyarnya kepada pihak yang lain. Namun jika salah satu pihak memberikan hak khiyar kepada yang lain lalu terjadi jual beli, maka jadilah jual beli itu, dan jika mereka telah berpisah sesudah terjadi jual beli itu, sedang salah seorang di antara mereka tidak (meninggalkan) jual belinya, maka jual beli telah terjadi (juga).” (HR. Al.Bukhari dan Muslim)
Pada era globalisasi modern saat ini, tidak menutup kemungkinan tingkat kegiatan jual-beli semakin meningkat bahkan "perubahan" dalam cara penjualan pun semakin bervariasi. Seperti contoh yaitu calo atau makelar, kali ini penulis bermaksud membatasi objek pembahasan dalam kaitannya "Makelar dalam perspektif Hukum Islam". Pada prinsipnya calo atau makelar dari pengertian bahasa adalah sama sama sebagai perantara, namun secara terminologi (istiah) calo merupakan seseorang yang menawarkan/ melakukan suatu jasa/ prestasi tertentu sesuai dengan perjanjian/ kesepakatan di awal, sedangkan makelar adalah seseorang yang melakukan penjualan sebagai perantara/ tangan ke-2 dan selebihnya dalam hal melakukan transaksi jual beli.
Makelar dalam bahasa arab sering dikenal dengan sebutan samsarah, pelakunya disebut simsar sedangkan upah bagi makelar disebut ujroh adapun legalitas hukumnya dalam islam adalah "diperbolehkan"berdasarkan hadist Qays bin Abi Ghurzah al-Kinani :
عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي غَرَزَةَ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ نُسَمَّى السَّمَاسِرَةَ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ التُّجَّارِ إِنَّ الشَّيْطَانَ وَالْإِثْمَ يَحْضُرَانِ الْبَيْعَ فَشُوبُوا بَيْعَكُمْ بِالصَّدَقَةِ
dari Qais bin Abu Gharazah ia mengatakan; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang kepada kami dan kami dinamakan para makelar, lalu beliau bersabda: “Wahai para pedagang, Sesungguhnya setan dan dosa itu datang ketika transaksi jual beli, maka gabungkanlah jual beli kalian dengan sedekah.” (HR. Tirmidzi, Nasai dan Ahmad)
Dari hadits diatas dapat kita ketahui bahwa adanya transaksi jual beli tidak terlepas dari pengaruh atau tipu daya syaithan sehingga alangkah baiknya dalam semua jenis kegiatan jual beli selalu mengedepankan prinsip 'ubudiyah salah satunya adalah mencampurkan sedekah di dalamnya. Namun walaupun kegiatan samsarah ( makelar) secara hukum asal adalah boleh, maka tidak menutup kemungkinan jika para pelaku ( makelar ) mengingkari atau keluar dari hukum islam. keluarnya makelar dari aturan hukum islam adalah perbuatan berdosa (haram) yang mana telah menciderai beberapa konsep mu'malah sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw. Contoh ada beberapa dari mereka yang berbuat curang seperti contoh kasus penjualan tanah yaitu seorang makelar yang sesuai perjanjian dengan pemilik tanah akan mendapatkan upah sebanyak 2,5 % apabilah tanah yang diperjual belikan laku, namun ketika tanah sudah terjual si makelar juga akan meminta upah kepada pembeli dengan dalih bahwa hasil penjualan tanah tersebut dia tidak mendapatkan upah sepeser pun dari pemilik tanah, hal ini sangatlah merugikan pihak pembeli dimana ia telah mengeluarkauang dengan harga tinggi untuk membeli tanah dan di lain hal ia harus memberikan upah kepada si makelar.
Pada contoh kasus diatas kegiatan pemakelaran adalah di larang oleh Allah swt, sebagaimana hadits Allah Swt berfirman: