Mohon tunggu...
Sayyidhatul Sofiyah
Sayyidhatul Sofiyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Airlangga

Mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Memperjuangkan Hak Wanita melalui Puisi; Feminisme dan Gadis Arivia

8 Desember 2020   18:52 Diperbarui: 8 Desember 2020   19:09 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: jurnalperempuan.org

Kalau Dilan pakai gombalan untuk menarik hati Milea. Roman Picisan nulis puisi untuk pujaan hati. Lain halnya dengan sosok legendaris dalam dunia feminis Indonesia, Gadis Arivia. Puisi ia jadikan media kritik untuk menumpahkan keluh kesah serta memperjuangkan hak - hak wanita di Indonesia.

Tak kenal maka tak sayang. Siapa sih Gadis Arivia? Pendiri Yayasan Jurnal Perempuan sekaligus Doktor filsafat di Universitas Indonesia ini lahir di New Delhi 56 tahun yang lalu. Ia mulai dikenal sejak peristiwa penangkapan dirinya saat berdemonstrasi bersama para Ibu di depan bundaran Hotel Indonesia untuk menyuarakan isu kelangkaan susu bayi pada tahun 1998. Hal tersebut tak menghentikan semangat juangnya untuk terus membela hak - hak perempuan di Indonesia. Melalui berbagai wawancara dengan media dan buku - buku hasil karyanya, ia berhasil mendapatkan Tasrif Award-AJI yang diberikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sebagai Pejuang Kebebasan Pers 2006. Penghargaan ini ia dapatkan bersama dengan tokoh besar sekaligus mantan Presiden Indonesia ke-4, Gus Dur. Gadis dinilai memiliki semangat, visi, dan komitmen dalam memperjuangkan kebebasan berekspresi, persamaan hak, semangat keberagaman, dan demokrasi di Indonesia.

Mari menengok salah satu karyanya. Buku berjudul Yang Sakral dan Yang Sekuler ia terbitkan di tahun 2009 setelah Undang - Undang Pornografi disahkan oleh DPR RI pada 30 Desember 2008. Terdapat tujuh belas puisi dalam buku kumpulan puisi ini. Sebagian besar isinya menyuarakan gagasan feminisme terhadap nasib kaum perempuan di Indonesia yang masih berada dalam kuasa negara yang patriarkat.

Akhirnya Disahkan 

Undang-undang Pornografi akhirnya disahkan oleh anggota parlemen Republik Indonesia pada tanggal 30 Desember 2008. Menteri agama, Maftuh Basyuni, mewakili pemerintah menyatakan setuju. 

Kebaya seksi warisan budaya tersimpan di museum setelah UUP disahkan.
Eksport-import BH semarak masuk pasar Wamena setelah UUP disahkan.
Penyair stress tak tahu bagaimana menggambarkan payudara setelah UUP disahkan.
Badan Sensor Film mengumpulkan gunting banyak-banyak setelah UUP disahkan.
Raja dangdut Rhoma semangat memarahi goyang ngebor Inul setelah UUP disahkan.
Hakim sibuk mengetuk palu porno tak peduli kasus korupsi negara setelah UUP disahkan.
Polisi makmur sentosa terima uang dari kelompok rajin lapor setelah UUP disahkan.
Kursi kekuasaan kini aman pasti terpilih lagi pemilu mendatang setelah UUP disahkan.

Puisi "Akhirnya Disahkan" diletakkan di halaman terdepan buku Yang Sakral dan Yang Sekuler. Ditulis dengan bahasa yang awam dan cukup mudah dipahami. Puisi ini ditulis sebagai gugatan terhadap UU Pornografi yang berusaha mengatur tubuh, khususnya tubuh perempuan melalui pakaian yang harus mereka kenakan. Apabila seseorang mengenakan pakaian yang menimbulkan dampak eksploitasi seksual dan melanggar norma masyarakat dapat dianggap melanggar Pasal 1 ayat 1 UUP. "Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat."

Kebaya yang notabennya merupakan pakaian tradisional khas Indonesia, umumnya terbuat dari kain yang halus, berwarna - warni, dan model yang melekat di badan. Jika hal ini menimbulkan rangsangan erotis yang umumnya dirasakan laki-laki, maka akan dikenai hukuman berdasarkan pasal tersebut. Kalau sudah begini, bisa saja kebaya yang dikenakan oleh para seniman di televisi, seperti Soimah dan artis lainnya juga menjadi masalah. Mengapa pemerintah harus disibukkan dengan persoalan semacam ini? Toh lebih banyak yang harus dikhawatirkan tentang negeri ini, ketimbang membatasi hak - hak wanita di Indonesia. Kemiskinan masih merajalela, korupsi pun masih dimana - mana.

Gadis Arivia juga menyatakan gugatannya atas kuasa terhadap tubuh perempuan melalui puisi yang berjudul "Rok Mini". Rok pendek yang panjangnya hanya sebatas di atas lutut ini sering digunakan oleh para remaja, karyawati supermarket, dan sales yang sering kita jumpai. Seperti inilah bunyi puisi tersebut.

ROK MINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun