"Dan cinta adalah sesuatu yang tetap. Sesuatu yang teguh. Karena dia di dalamnya ada yang menatap penuh kasih. Menyibak kulit, lalu tulang, lalu otot, daging, darah, dan terakhir menemukan sumsum dalam yang paling bening di dasar-dasar badan kita."
Novel merahnya merah karya Iwan Simatupang memiliki narasi yang mendayu-dayu, memiliki 163 halaman. Didalamnya, terdapat alur kilas balik, atau alur maju mundur. Walaupun menggunakan bahasa yang mendayu-dayu dan alur kilas balik, novel ini cukup masih bisa dipahami. Karya tersebut menceritakan tentang kehidupan dari 'Tokoh Kita' sebagai tokoh utama.
Dalam bab pertama, novel merahnya merah menyuguhkan pembuka yang menarik perhatian si pembaca, terdapat kutipan:
"Sebelum revolusi, dia calon rahib. Selama revolusi dia komandan kompi. Di akhir revolusi, dia algojo pemancung kepala pengkhianat-pengkhianat tertangkap. Sesudah revolusi, dia masuk rumah sakit jiwa"
Novel ini meyediakan narasi mengenai kisah cinta yang rumit. Terdapat beberapa tokoh yang disoroti yaitu Kita, Fifi, dan Maria. Maria mencintai tokoh Kita, apa yang tokoh Kita butuh, pasti dipenuhi oleh Maria. Hubungan Maria dan Tokoh Kita terbilang cukup mesra sampai dimana Fifi hadir. Maria yang sedari awal memang tidak menyukai Fifi, karena menurutnya, Fifi merupakan ancaman bagi hubungannya. Tokoh Kita, kerap memberikan perhatian lebih kepada Fifi, Fifi merupakan anak yang berusia 14 tahun dengan kondisi yatim piatu, ayah ibunya dibunuh secara tragis oleh orang yang tidak dikenal, menyebabkan Fifi harus memperjuangkan hidupnya sebagai seorang pelacur.
Suatu hari, Fifi dinyatakan hilang, hal tersebut membuat orang-orang kebingungan, semua orang mencari keberadaan Fifi, namun jejaknya tak kunjung ditemukan. Tak lama Fifi hilang, disusul dengan Tokoh Kita, dan Maria, yang seketika raib dari lingkungannya. Semua orang mencari mereka, hingga pada akhirnya yang muncul ke permukaan hanyalah Tokoh Kita. Beribu-ribu pertanyaan dilontarkan kepada Tokoh Kita, Tokoh kita menjelaskan dengan perlahan-lahan.
Tokoh Kita menceritakan apa yang terjadi, Fifi, yang hilang ternyata telah lama mati karena dibunuh Maria. Alasan Maria membunuh Fifi karena ia cemburu. Setelah melakukan itu semua, Maria kabur dari lingkungannya, dan menjadi seorang biarawati. Ia mengakui dosa-dosanya kepada Tuhan sekaligus mencoba mengabdikan seluruh hidupnya untuk Tuhan.
Semua orang yang mendengar ungkapan Tokoh Kita menjadi lega, dan haru. Namun, sebaliknya, ada seseorang yang tidak senang mendengar cerita Tokoh Kita, ia sangat marah, namanya adalah Pak Centang. Menurutnya, yang menyebabkan kekacauan ini adalah Tokoh Kita. Sebelum Tokoh Kita hadir dalam komunitas gelandangan, Maria dan Pak Centang masih bisa bermesraan, namun setelah Tokoh Kita hadir, Maria berpaling. Hal ini yang membuatnya sangat marah. Dengan kemarahannya yang membabi buta Pak Centang mengayunkan goloknya ke leher Tokoh Kita, polisi yang masih berada di komunitas gelandangan menodongkan pistol ke Pak Centang, namun ancaman pihak kepolisian tidak membuat Pak Centang takut, ia terus mengayunkan goloknya sampai leher Tokoh Kita terputus, bersamaan dengan lepasnya peluru dari polisi yang mengenai kepala Pak Centang. Keduanya tidak pernah bangkit dan mati di tempat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H