Ahmad Ilmi Umar FaruqÂ
Kearifan lokal merupakan sebuah pandangan hidup (way of life) yang membangun kearifan hidup. Menurut Haryanti Soebadio kearifan lokal adalah identitas atau kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu untuk menyaring dan memiliki budaya yang masuk ke dalam dirinya sendiri.
Di Indonesia, banyak sekali kearifan lokal yang berbeda di tiap daerah, baik yang berwujud (tangible) maupun tak berwujud (intangible). Kekayaan kearifan lokal masyarakat Indonesia tentunya menjadi sebuah kebanggaan bagi kita para generasi muda. Namun, di era 5.0 yang memiliki arus globalisasi yang deras. Bisakah kita melestarikannya melalui sektor pendidikan?
Di zaman 5.0 ini, tentunya akses menuju internet/artificial intelligence hanyalah sebuah isapan jempol belaka. Namun, apakah kemajuan ini dapat diimbangi oleh para penggunanya? Khususnya para pemuda. Pemuda rentan terbawa arus globalisasi. Lebih mengenal budaya asing sampai tidak tahu budaya bangsa sendiri.
Sebagai generasi emas Bangsa Indonesia. Tentunya kita harus menjaga dan melestarikan budaya. Bukan hanya sekedar belajar teori lalu melupakannya. Metode-metode pembelajaran yang partisipatif untuk merawat kearifan lokal harus dicanangkan dan dilaksanakan di sekolah-sekolah. Karena dengan adanya metode pembelajaran partisipatif, para pelajar dapat memahami dan melaksanakan kearifan lokal dengan mudah
Pengertian pembelajaran partisipatif sendiri adalah bagaimana cara membuat siswa berpartisipasi dalam menyusun program pembelajaran serta melaksanakan dan mengevaluasinya agar sekaligus mendapatkan outcome pemahaman yang menyeluruh.
Dari sudut pandang penulis untuk melestarikan kearifan lokal melalui pembelajaran partisipatif, penulis memiliki ide bernama 'Kelas Kita Nusantara'. Dengan ide itu kita bisa menghias ruang kelas menjadi gambaran daerah di Indonesia. Setiap kelas memilih satu daerah untuk dijadikan tema dan para siswa bisa mendekorasi kelas sesuai dengan kearifan lokal yang ada di daerah tersebut. Dengan itu, siswa tak hanya belajar kearifan lokal, tetapi juga turut melestarikannya di ruang kelas mereka. Program ini bisa dijalankan sebagai bagian dari kurikulum ataupun lomba sekolah.
Penulis juga memiliki ide 'Tatap Mata Provinsi'. Program tersebut berupa temu siswa di seluruh kota/kabupaten di provinsi yang sama untuk melakukan FGD (focused group discussions) terkait pelestarian kearifan lokal, lomba, dan juga mengadakan festival budaya. Program tersebut bertujuan untuk mengenal lebih intim kearifan lokal antar daerah agar tercipta rasa saling melindungi kearifan lokal sesama.
Selain itu, kita juga bisa mengadakan hari bahasa daerah. Dimana seluruh warga sekolah akan berbicara menggunakan bahasa daerah dan membuat konten edukasi akan pentingnya pelestarian bahasa daerah agar tercipta siswa-siswi yang mau dan bangga menggunakan bahasa daerahnya.
Penulis juga memiliki ide 'nusantara dalam frame'. Program ini diperuntukkan untuk siswa-siswi SMA. Dimana 1 angkatan akan membuat sebuah film bertemakan kearifan lokal yang disesuaikan dengan trend. Dengan begitu, pelajar akan semakin kreatif mengolah kearifan lokal yang ada dan bisa menarik perhatian para remaja untuk semakin terpacu dalam mengembangkan konsep film kearifan lokal yang baru
4 program tersebut tentunya bisa disempurnakan lagi untuk bisa masuk dalam trend pemuda. Apabila kita berhasil masuk dalam trend, tentunya para pemuda akan mulai tertarik belajar kearifan lokal dan program belajar kearifan lokal akan terus berkembang. Wacana tersebut tentunya memerlukan dukungan dari pemerintah dan lembaga pendidikan dan kebudayaan