[OPINI]
Maraknya pelecehan seksual di Indonesia, membuat kita lebih waspada. Pelecehan ini bahkan sudah tidak memandang gender atau umur, tapi seringkali yang menjadi korban adalah wanita dan anak-anak.Â
Salah satu tantangan utama dalam mengatasi kekerasan seksual adalah stigma sosial yang masih melekat erat pada korban. Banyak korban merasa takut dan malu untuk melaporkan kejadian yang mereka alami, terutama karena takut tidak dipercaya atau bahkan disalahkan.Â
Hal ini sering kali menyebabkan mereka mengalami trauma psikologis yang mendalam tanpa mendapatkan bantuan dan dukungan yang memadai.
Seperti kasus yang sedang marak terjadi belakangan ini seorang kakak yang tega menghamili adik kandungnya di Bengkulu. Yang dimana korban sendiri telah hamil hingga 3 kali, dua diantaranya keguguran dan sekarang memiliki anak berusia dua tahun. Anehnya seorang korban justru menangis saat pelaku ditangkap oleh pihan polisi.Â
Namun, bisa saja hal ini terjadi karena korban sendiri mungkin terkena "Stockholm Syndrome". Itu adalah suatu penyakit mental dalam bentuk untuk melindungi dirinya dari trauma. Kondisi ini terjadi akibat rasa lelah untuk melawan kondisi sehingga memunculkan rasa empati pada pelaku kejahatan.
Dalam kasus tadi mengajarkan kita bahwa pentingnya pendidikan dan keterlibatan orang tua tidak dapat diremehkan dalam memerangi kekerasan seksual.Â
Edukasi tentang batasan pribadi harus dimulai sejak usia dini, dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, dan didukung oleh informasi publik. Kesadaran dan pelatihan juga diperlukan untuk pemerintah setempat, untuk memastikan mereka dapat merespons korban dengan cara yang mendukung. Dengan begitu korban lebih berani untuk melapor kepada pihak berwajib.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI